Latest News

Friday, June 8, 2012

Memaknai Carpe Diem


Pertanyaan:
Berkah Dalem,

Romo, biarawan/wati pengasuh FB Gereja Katolik, saya ingin tahu lebih konkret tentang makna carpe diem �petiklah hari (ini)�. Bagaimana ungkapan itu dapat diwujudkan melalui tindakan hidup beriman keseharian? Bisakah dikaitkan dengan suatu refleksi dari Alkitab agar pengertian tentang carpe diem menemukan aktualisasinya dalam kehidupan riil?


Contohnya, sebagai orang muda saya beberapa kali berpikir, masa depan sepertinya tidak pasti, sehingga membuat kami kerapkali mengusahakan diri untuk melakukan aktivitas yang sekiranya dapat meningkatkan pengalaman/kemampuan diri. Tak jarang perhatian saya menjadi teralihkan, dari yang seharusnya mencoba bersabar dalam proses pendidikan di perkualiahan menjadi semacam mencoba mempersiapkan jalan sendiri demi hari depan. Atas perkenanan dan tanggapannya, saya ucapkan terima kasih. Berkah Dalem.

Jawaban:
https://www.facebook.com/gerejakatolik/posts/10151179954534638
Setiap hari adalah rahmat Tuhan, semua hari itu baik dan diberikan Tuhan bagi kita untuk kita jalani. Carpe diem(nikmatilah hari) maksudnya supaya kita menjalani hidup kita hari demi hari seperti menaiki/menuruni tangga kita harus menginjaknya satu demi satu untuk sampai pada tujuan. Rasanya tidak mungkin kita menginjak anak tangga pertama tiba-tiba langsung kaki yang lain di tangga ke-10. Jadi kita jalani saja hari itu satu per satu, hari per hari dan kita nikmati segala rahmat Tuhan di dalamnya. Memang hidup kita tidak selalu mulus dan bahagia tiap hari, kadang ada duka ada suka, ada gembira, ada sedih. Tapi dalam Kitab Suci dikatakan 'Penderitaan sehari cukuplah untuk sehari". Itu artinya apa? Jika kita menderita hari ini atau katakanlah beberapa hari, tidak mungkin seumur hidup kita akan menderita. Setelah hujan akan timbullah pelangi. Inilah yang kita imani. Carpe diem, nikmatilah hari, adalah suatu cara kita untuk selalu melihat hal-hal positif dalam hidup. Dengan demikian kita tidak akan merasa jenuh dan bosan. Jika kita bisa membuat schedule harian kita, rasanya satu tahun seperti singkat saja. Semoga bisa membantu. (Deus Meus et Omnia)

Thursday, June 7, 2012

Penjelasan Mengenai Ex Opere Operato

Sekalipun ada Uskup atau Imam yang berada dalam keadaan berdosa berat merayakan seluruh sakramen Gereja, seluruh sakramen tersebut yang mereka berikan tetaplah sah (valid) serta tetap memberikan rahmat pengudusan yang sama seperti sakramen yang diberikan oleh Uskup atau Imam yang kudus, asalkan sakramen-sakramen tersebut diberikan dalam formula dan materi yang sesuai dengan ajaran Gereja Katolik.


Gereja Katolik mengenal prinsip "ex opere operato" yang intinya bahwa sakramen-sakramen menghasilkan rahmat dengan sendirinya sesuai dengan kehendak Allah yang dinyatakan dalam penetapan dan janji Kristus tanpa tergantung pada kesucian manusia yang memberikan sakramen-sakramen tersebut:

Katekismus Gereja Katolik 1127-1128

1127 Sakramen-sakramen yang dirayakan dengan pantas dalam iman, memberikan rahmat yang mereka nyatakan (Bdk. Konsili Trente: DS 1605 dan 1606.). Mereka berdaya guna, karena Kristus sendiri bekerja di dalamnya; Ia sendiri membaptis, Ia sendiri bertindak dalam Sakramen-sakramen-Nya, untuk membagi-bagikan rahmat, yang dinyatakan oleh Sakramen. Bapa telah mengabulkan doa Gereja Putera-Nya, yang menyatakan imannya akan kekuasaan Roh Kudus dalam epiklese setiap Sakramen. Seperti api mengubah bahan bakar menjadi api, demikian Roh Kudus mengubah apa yang takluk kepada kekuasaannya, ke dalam kehidupan ilahi.

1128 Inilah arti dari ungkapan Gereja (Bdk. Konsili Trente: DS 1608.), bahwa Sakramen-sakramen bekerja ex opere operato [secara harfiah: "atas dasar kegiatan yang dilakukan"]. Artinya, mereka berdaya berkat karya keselamatan Kristus yang dilaksanakan satu kali untuk selamanya. Oleh karena itu: "Sakramen tidak dilaksanakan oleh kesucian manusia yang memberi atau menerima [Sakramen], tetapi oleh kekuasaan Allah" (Thomas Aqu., s.th. 3,68,8). Pada saat Sakramen dirayakan sesuai dengan maksud Gereja, bekerjalah di dalam dia dan oleh dia kekuasaan Kristus dan Roh-Nya, tidak bergantung pada kekudusan pribadi pemberi.

Pax et Bonum

Gambar Minggu Ini: Kristus Merayakan Sakramen



Gambar ini adalah illustrasi yang menggambarkan bahwa Sakramen Ekaristi adalah Sakramen yang dirayakan oleh Kristus sendiri.

Kompendium KGK 278:
Pemimpin Perayaan Ekaristi adalah seorang yang tertahbis (uskup atau imam) yang ditahbiskan secara sah, yang bertindak dalam Pribadi Kristus Sang Kepala dan atas nama Gereja.



KGK 1128:
Pada saat Sakramen dirayakan sesuai dengan maksud Gereja, bekerjalah di dalam dia dan oleh dia kekuasaan Kristus dan Roh-Nya, tidak bergantung pada kekudusan pribadi pemberi.


KGK 1127:
Sakramen-sakramen yang dirayakan dengan pantas dalam iman, memberikan rahmat yang mereka nyatakan. Mereka (sakramen-sakramen) berdaya guna, karena Kristus sendiri bekerja di dalamnya; Ia sendiri membaptis, Ia sendiri bertindak dalam Sakramen-sakramen-Nya, untuk membagi-bagikan rahmat, yang dinyatakan oleh Sakramen. Bapa telah mengabulkan doa Gereja Putera-Nya, yang menyatakan imannya akan kekuasaan Roh Kudus dalam epiklese setiap Sakramen. Seperti api mengubah bahan bakar menjadi api, demikian Roh Kudus mengubah apa yang takluk kepada kekuasaannya, ke dalam kehidupan ilahi.


Bagi kita umat beriman Katolik, walau Sakramen-sakramen tidak semuanya diberikan kepada setiap orang beriman, Sakramen perlu untuk keselamatan karena memberikan rahmat sakramental, pengampunan dosa, pengangkatan sebagai anak-anak Allah, menyelaraskan diri kepada Kristus Tuhan dan keanggotaan dalam Gereja. Roh Kudus menyembuhkan dan mengubah mereka yang menerima Sakramen-sakramen. (bdk KKGK 230)

pax et bonum

Wednesday, June 6, 2012

Tindakan Indrawi dalam Liturgi




Tindakan indrawi sebagai simbol-simbol liturgi mencakup: mendengarkan, melihat, menyentuh, merasakan dan membau.

a. Mendengarkan
Mendengarkan bukanlah sekadar tindakan reseptif, yang hanya menerima saja; melainkan juga tindakan aktif. Sebab jika kita mendengarkan, kita sebenarnya sedang membuka diri untuk menerima dengan sadar sapaan, suara, atau kata-kata dari luar diri kita. Tindakan mendengarkan juga tindakan aktif untuk memberi perhatian dan mau masuk ke dalam diri pribadi si pembicara serta dengan sadar mau mengambil bagian dalam peristiwa yang didengarkan itu. Demikianlah dalam liturgi, tindakan mendengarkan ini begitu dominan. Kita mendengarkan sabda Tuhan, homili, doa, nyanyian, musik, bel dan sebagainya. Secara khusus, dengan mendengarkan sabda Tuhan, kita membuka diri terhadap sapaan dan daya kuasa Allah yang hadir melalui sabda itu dan dengan demikian kita mengambil bagian di dalam karya keselamatan Allah yang dihadirkan dalam sabda itu. Maka, mendengarkan merupakan bentuk ungkapan liturgi yang menyatakan kesiapsediaan iman dan ketaatan.


b. Melihat
Melihat merupakan bentuk ungkapan liturgi untuk melihat kemuliaan Allah. Sebab dalam wajah Kristus, kita dapat  melihat kemuliaan Allah (2 Kor 4:6). Melalui penglihatan mata, kita menyadari dunia dan isinya dan kita pun menjalin relasi dengan sesama manusia dan dunia. Demikian pula dengan penglihatan mata dalam liturgi, kita menyadari komunikasi Allah yang terpantul melalui berbagai simbol liturgi dan dengan demikian menjalin relasi kita dengan Allah dan sesama jemaat. Berbagai dekorasi indah di dalam gedung gereja, khususnya di sekitar altar, salah satunya untuk menghadirkan kemuliaan Allah dengan melihat keindahan bunga yang dirangkai di sekitar altar, kita melihat kemuliaan Allah sendiri.

c. Menyentuh
Liturgi juga menggunakan indra sentuhan sebagai simbol liturgi. Tindakan menyentuh dalam liturgi mengungkapkan persekutuan kita dengan Allah dan sesama umat beriman di dalam ikatan Roh Kudus. Misalnya, doa-doa Mazmur banyak menyebut aspek sentuhan ini untuk mengungkapkan iman akan kebersamaan umat dengan Allah (mis Mzm 139:10). Dalam Perjanjian Baru, Yesus berkali-kali menunjukkan kasih-Nya dengan memeluk anak-anak, membasuh kaki para murid, dan menyembuhkan orang-orang sakit dengan sentuhan tangan-Nya. Dalam Liturgi, tindakan sentuhan juga kita lakukan pada saat penerimaan komuni, salam damai entah dengan berciuman pipi entah berjabat tangan, mencium altar atau Injil (oleh Imam) dan mencium salib pada hari Jumat Agung. Sentuhan juga melambangkan penganugerahan Roh Kudus kepada umat beriman. Dalam liturgi ini, tampak misalnya pada saat penumpangan tangan (Tahbisan), pengurapan dengan minyak (Krisma, Orang Sakit).

d. Merasakan
Indra Perasa juga digunakan dalam liturgi Perayaan Ekaristi merupakan perayaan persekutuan kita dengan Tuhan yang tidak hanya terjadi secara rohani belaka, melainkan juga menggunakan aspek �fisik�. Pada Perayaan Ekaristi, kita menyantap, mencecap, dan merasakan tubuh dan darah Kristus dengan lidah. Dalam Kitab Suci pengalaman akan Allah sering digambarkan dengan ide pencecapan dan rasa ini: �Kecaplah dan lihatlah, betapa baiknya Tuhan itu� (Mzm 34:9; bdk. 1 Pet 2:2-3; Ibr 6:4-5). Demikian pula keselamatan eskatologis dilukiskan sebagai suatu perjamuan meriah dengan makan dan minuman yang lezat dan sangat enak. (bdk Yes 25:6-7; Luk 14:15-24)

e. Membau
Indra Penciuman atau membau juga digunakan dalam Liturgi. Penggunaan dupa dan ratus yang wangi, bau minyak wangi dalam liturgi inisiasi dan tahbisan merupakan contoh-contoh konkret. Wangi-wangian dan bau harum yang bisa dibau itu memang sudah merupakan simbol religius yang umum. Dalam agama lain, kita mengenal hio dan menyan dengan baunya yang khas. Dalam liturgi Kristen, keharuman merupakan ungkapan pewahyuan Allah dan kehadiran keselamatan sendiri: �Dengan perantaraan kami, Ia menyebarkan keharuman pengenalan akan Dia di mana-mana� (2 Kor 2:14). Keharuman juga merupakan simbol ungkapan pujian hormat dan kurban (Mzm 141:2) sebab persembahan kurban Kristus merupakan �kurban yang harum bagi Allah.� (Ef 5:2)

Sumber: Liturgi � Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi, Emanuel Martasudjita, Pr., hlm. 133-135

pax et bonum

Monday, June 4, 2012

Notifikasi Kongregasi Doktrin Iman Mengenai Tulisan Sr. Margaret Farley


Gereja Katolik, melalui Kongregasi Doktrin Iman, mengeluarkan Notifikasi (Pemberitahuan) terkait pengajaran sesat Suster Margaret Farley, R.S.M dalam bukunya berjudul "Just Love".

Isinya dapat dilihat di situs berita milik Vatikan. http://www.news.va/en/news/cdf-publishes-notification-on-book-just-love

Kali ini admin akan menuliskan poin-poin kesalahannya berdasarkan notifikasi dari Gereja serta mencantumkan link dari situs yang kredibel mengenai posisi Gereja dalam poin-poin bermasalah tersebut.


Suster Margaret dalam bukunya mengajarkan banyak sekali ajaran yang bertentangan dengan ajaran Gereja dan telah menyebabkan kebingungan di antara umat beriman Katolik.
POIN-POIN Kekeliruan ajaran Suster Margaret adalah:

1. Mengajarkan bahwa Masturbasi bukanlah suatu dosa dan tidaklah salah secara moral. Masturbasi menurutnya dapat membantu banyak wanita menemukan kemungkinan dan kebaikan untuk pemuasan diri sendiri.
PENJELASAN:
http://katolisitas.org/2236/apakah-berfantasi-seks-itu-dosa

2. Mengajarkan bahwa Hubungan seks sesama jenis dapat dibenarkan dan dipertanggungjawabkan.
Mengajarkan bahwa pernikahan sesama jenis dapat dibenarkan dan dilegalkan.
PENJELASAN:
http://katolisitas.org/2432/homoseksual-dosakah-dan-dapat-sembuh-kah
http://katolisitas.org/tag/homoseksual

3. Mengajarkan bahwa pernikahan itu tidak tak-terpisahkan. Mengajarkan bahwa perceraian dan pernikahan kembali (remarriage, meski pasangan masih hidup) dapat dilakukan, dibenarkan dan dipertanggungjawabkan.
PENJELASAN:
http://katolisitas.org/tag/perkawinan (kumpulan artikel mengenai pernikahan menurut ajaran Gereja Katolik)

Lebih jauh, dalam Notifikasi ini, Gereja Katolik meminta agar para teolog mempelajari dan mengajarkan ajaran teologi moral dalam keselarasan penuh dengan prinsip-prinsip ajaran Katolik. Jangan sampai pendapat pribadi yang bertentangan dengan ajaran Gereja disebarkan sehingga menyebabkan kebingungan di antara umat beriman.

Paus Benediktus XVI menyetujui notifikasi ini dan memerintahkan untuk mempublikasikannya.



Recent Post