Latest News

Tuesday, December 23, 2014

Takut Kristenisasi, Ormas Islam Bekasi Tolak Pembangunan Gereja Paroki Bunda Teresa Lippo Cikarang


BEKASI - Sekitar 1.500 warga dari beberapa ormas KAMSI, FUKHIS, FORMAS, FPI, FKDKM, FORSIL, IKASDA, HAMAS, GARIS dan IRMA menggelar aksi unjuk rasa penolakan pembangunan Gereja Katolik Paroki Bunda Teresa di Lippo Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, Senin (22/12).

Seruan aksi unjuk rasa ini juga sudah disebar ke seluruh muslimin dan muslimat di Kabupaten Bekasi untuk bergabung dalam aksi tersebut. Sebagian massa terlihat mengenakan atribut Front Pembela Islam (FPI). Selain itu, ada pula anak-anak di antara pendemo. 

Aksi mereka bertujuan untuk menyampaikan aspirasi warga menolak pembangunan Gereja Katolik Paroki Bunda Teresa di Lippo Cikarang yang dinilai sarat manipulasi data dan aksi kristenisasi.

Selanjutnya, para perwakilan pengunjuk rasa dan utusan dari berbagai ormas Islam langsung diterima oleh Kepala Kantor Kementrian Agama Bekasi, H. Sholihin. Sementara di luar kantor Kemenag, massa terus berorasi sambil menunggu para utusan keluar.

Di dalam ruangan kantor kepala kemenag Bekasi, para utusan menyampaikan maksud dan tujuan aksi mereka. Intinya, keberatan dengan adanya rencana pendirian gereja di wilayahnya, sekaligus meminta kepada pihak Kemenag untuk tidak memberikan izin pendirian.

H. Solihin lantas menyampaikan bahwa Kemenag tidak akan memberikan izin atas pembangunan tersebut jika memang masih banyak masyarakat sekitar yang menolak. Di hadapan pengunjuk rasa, ia juga berjanji untuk mengkaji ulang perihal pemberian izin tersebut.

Selesai di kantor Kemenag, massa selanjutnya berpindah ke kantor Bupati Kabupaten Bekasi. Utusan diterima oleh perwakilan Bupati dari Kesbangpol. Mereka meminta kepada pihak Bupati agar tidak memberikan izin pendiriaan gereja, pasalnya, warga disekitar lokasi pembangunan gereja menolak keras. Selain itu, mempertimbangkan juga maraknya kasus kristenisasi di wilayah kabupaten Bekasi.

Bupati Bekasi Janji Tak Keluarkan Izin Pembangunan Gereja Paroki Bunda Teresa

Bupati Bekasi Hj. Neneng Hasanah Yasin

Menanggapi hal tersebut, Bupati Bekasi Hj. Neneng Hasanah Yasin mengatakan bahwa pihaknya tidak akan memberikan rekomendasi terkait pendirian Gereja Paroki Bunda Teresa karena banyak ditentang oleh masyarakat.

"Pemerintah akan menaati aturan yang berlaku tentang izin pembangunan rumah ibadah sebagaimana diatur dalam Peraturan dua menteri nomor 9 dan 8, tentang izin pembangunan rumah ibadah. Jika sudah sesuai aturan akan izin akan dikeluarkan tapi jika tak sesuai aturan pasti akan ditolak," katanya.

Aksi demo dimulai sejak pukul 07.00 WIB dan berada di beberapa titik, di depan masjid al-Mutaqqin. Sementara sebagian lain berkumpul di bundaran Lippo Cikarang. Akibat aksi itu, terjadi kemacetan panjang di kawasan tersebut.

Sumber :

Friday, December 19, 2014

Ucapkan Selamat Natal, FPI Sebut Presiden Jokowi Murtad


TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Syura Front Pembela Islam Misbachul Anam meminta Presiden Joko Widodo tidak mengucapkan selamat Natal. Sebab, kata Misbach, Jokowi murtad atau keluar dari Islam jika mengucapkan selamat kepada umat Kristiani yang merayakan momen kelahiran Yesus Kristus tersebut.

"Haram hukumnya mengucapkan selamat Natal bagi orang Islam. Tak terkecuali bagi Presiden Jokowi," kata Misbach kepada Tempo, Kamis, 18 Desember 2014.

Misbach mengatakan ucapan Natal membuat orang Islam murtad karena berarti mengakui eksistensi agama lain. Sebab, Natal dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti kelahiran Yesus Kristus. "Jadi, ketika ada orang Islam yang mengucapkan Natal, artinya mereka memberi selamat atas kelahiran Yesus," ujarnya.

Dengan pengertian itu, menurut Misbach, perdebatan seputar ucapan selamat Natal memiliki dampak serius bagi keyakinan seorang muslim. "Padahal dalam Islam jelas Tuhan itu lam yalid wa lam yulad. Tuhan itu tidak dilahirkan dan tidak melahirkan," katanya.

Misbach meminta prinsip akidah tersebut dihormati oleh pemeluk agama lain. Menurut dia, akidah tidak bisa dipermainkan dan seseorang atau instansi yang memaksakan pelanggaran akidah bisa dipidana. "Karena mereka memaksakan sesuatu terhadap norma keagamaan tertentu," ucapnya.

Berbeda dengan FPI, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama bersikap toleran. Organisasi berbasis Islam terbesar di Indonesia berpendapat, memberi ucapan selamat Natal merupakan wujud toleransi beragama. Sikap itu dinilai tidak akan mempengaruhi akidah dan identitas seorang. "Sikap saling menghormati seperti itu tidak ada urusannya dengan pengakuan imani," kata Slamet Effendy Yusuf, salah satu Ketua NU.

Dalam ajaran Islam, lanjut Slamet, sikap toleransi itu tidak berarti seorang muslim boleh menghadiri dan merayakan Natal. "Karena aktifitas yang bersifat ibadati jelas dilarang. Islam menegaskan prinsip beribadah menurut ajaran masing-masing," katanya.

Dalam perkembangannya, kata Slamet, sejumlah ulama memperkenalkan istilah tasyabbuh yang artinya menyerupai pemeluk agama lain. Istilah itu muncul karena laku budaya seseorang merupakan bagian dari identitas agama tertentu.

"Jadi, Islam tidak mengharapkan pemeluk agama lain untuk menggunakan sarung, kopiah dan baju koko saat perayaan Hari Raya Idul Fitri. Sebaliknya, umat Islam tidak perlu menggunakan pakaian ibadah agama lain saat mereka merayakan hari raya," kata Slamet.

Meski demikian, kata Slamet, NU masih mentolerir jika ada umat Islam yang menggunakan simbol agama tertentu, asalkan itu tidak terkait dengan masalah ibadah. "Misalnya jika ada penjaga toko yang harus menggunakan pakaian sinterklas," kata Slamet.

Menurut Slamet, prilaku itu bisa dibenarkan asalkan karyawan itu memahami apa yang mereka lakukan. "Tapi harus dipahami bahwa pekerjaaan itu tidak ada urusannya dengan ibadah. Intinya seorang muslim harus kokoh aqidahnya," kata Slamet.

Sumber :

Thursday, December 11, 2014

Umat Katolik Setuju Seorang Muslim Tak Perlu Pakai Topi Sinterklas

"Seorang muslim tidak usah dituntut menggunakan kalung salib atau topi sinterklas demi menghormati Hari Natal. Juga umat perempuan nonmuslim tidak perlu dipaksa berjilbab demi hormati Idul Fitri."
~ Lukman Hakim Saifuddin (Menteri Agama)

Menanggapi pernyataan menteri agama yang menghimbau umat muslim tidak perlu menggunakan busana sinterklas, seorang umat katolik pun angkat bicara, melalui akun Facebook nya ia menyetujui dan berharap himbauan tersebut disebarluaskan. Berikut kutipan tulisan Hillary John Kristyo T :

Saya AMAT SEPAKAT dengan seruan Pak Menteri Agama Lukman Hakim mengenai tidak perlunya umat muslim mengenakan topi Sinterklas....

BAHKAN saya MENDESAK agar himbauan itu DIPERLUAS.... Tidak hanya umat muslim yang TIDAK USAH DITUNTUT untuk mengenakan topi Sinterklas tapi juga SEMUA UMAT BERAGAMA APAPUN TIDAK USAH DITUNTUT ATAU DIPAKSA mengenakan topi Sinterklas dalam rangka momentum Natal.

Sinyalemen Menag ini benar.... FAKTANYA memang ada hotel-hotel, bank-bank atau mall-mall yang MEWAJIBKAN pegawainya mengenakan topi Sinterklas dalam momentum seputar Natal. 

HANYA SAJA.......... ALASAN HIMBAUAN itu tak perlu dikaitkan dengan "kekuatiran" bahwa kemiripan memakai topi Sinterklas akan mengidentikkan orang yang memakainya menjadi memeluk iman Kristen.

Pemaksaan pengenaan topi Sinterklas yang diidentikkan dengan suasana Natal itu SUNGGUH SALAH!

SAMA SALAHNYA dengan pemaksaan pengenaan atribut yang diidentikkan dengan agama atau budaya lain dalam momentum yang berbeda. Salahnya adalah pada PEMAKSAAN itu.

Namun himbauan Menag itu amat saya dukung karena Sinterklas sendiri BUKAN BAGIAN DARI KEKRISTENAN YANG OTENTIK.

SINTERKLAS atau SANTA CLAUS atau BAPAK NATAL atau apapun sebutannya, TAK PUNYA URUSAN DENGAN KEKRISTENAN.

Perlu kita sadari dan pahami bersama bahwa tokoh tua berkumis & berjenggot lebat berwarna putih keperakan dan mengenakan piyama tebal serta topi piyama itu BUKANLAH MERUPAKAN TRADISI GEREJANI...!!

Tokoh yang sering ditampilkan menjelang Natal itu adalah HASIL KREASI KOMERSIAL dari THE COCA COLA COMPANY yang mendompleng suasana Natal.

Yang jarang disadari oleh umat beriman Kristen adalah bahwa JUSTRU SINTERKLAS merupakan PERENDAHAN & PENDANGKALAN NILAI KEKRISTENAN YANG OTENTIK menjadi sekedar sebuah IKLAN demi kepentingan BISNIS KOMERSIAL.

Penampilan tokoh Sinterklas adalah sebuah plesetan atau parodi dari penampilan busana Uskup atau Paus.

Topi hangat dan mantol hangat yang dikenakan oleh tokoh Sinterklas sebenarnya diinspirasikan dari CAMAURO (topi hangat) dan MOZZETA (mantol penghangat badan).... Dan memang FUNGSINYA tidak lebih adalah merupakan busana penghangat.... Jadi TIDAK PERLU ADA KEKUATIRAN bahwa jika seorang non Kristen mengenakan itu akan otomatis menjadi Kristen. Ada berbagai macam prasyarat untuk orang yang akan "memeluk" Kekristenan.... Dan topi Sinterklas serta Sinterklasnya sendiri TIDAK MASUK dalam persyaratan itu. Justru karena itulah saya sendiri selaku umat Gereja yang Satu, Kudus, Katholik dan Apostolik menyambut baik himbauan Menteri Agama sejauh ALASAN himbauannya tepat dan bukan sekedar dilandasi semangat Paranoid.
Busana Paus (dan uskup) seperti inilah yang dijadikan PARODI oleh Coca Cola Company dalam mendisain karakter Santa Claus a.k.a Kris Kringle.
WELCOME CHRISTMAS!!!
NO WAY SANTA CLAUS!!!

Tuesday, December 9, 2014

Membongkar Kebohongan Steven Indra, Mualaf Mantan Frater?


Bagi yang memahami bagaimana struktur di dalam agama Kristen, banyak hal yang harus dipertanyakan dari artikel yang dirilis oleh PKS Piyungan, yang berjudul, �Murtadkan 126 Muslim di Jakarta, Pastur Steven Akhirnya Bersyahadat.� 
Steven Indra Wibowo disebut sebagai seorang Frather atau setingkat Pastur di kalangan gereja Katolik di Paroki Jakarta Utara. Ia mengaku telah membawa 126 orang Muslim berpindah agama ke Katolik

�Tugas saya ketika itu memberikan konseling, memimpin misa, dan mengajar filsafat,� ujar pria kelahiran 1981 ini.

Hidayah Allah Subhanahu Wata�ala menghampiri Steven pada tahun 2000. Dua kalimat syahadat diikrarkannya di sebuah pesantren di Serang, Banten.
 Baca juga: Ustad Bangun Samudra yang SANGAT CERDAS
 
Berita PKS Piyungan

Dan berikut ini adalah klarifikasi dan pertanyaan, yang harus dijelaskan oleh PKS Piyungan, sebagaimana dikutip dari Nong Paul.
  1. Paroki itu hanya berlaku dalam struktur Gereja Katolik.
  2. Frater itu bukan setingkat Pastor karena Frater masih dalam tahap pendidikan.
  3. Frater tidak mengajar filsafat. Sehingga jika Steven mengajar filsafat, di sekolah filsafat mana? Mengingat pendidikan filsafat Katolik hanya ada di Driyakara, sehingga jika memang benar, tentu namanya terdaftar.
  4. Frater adalah sebutan orang yang masih belajar, dia tidak mengajar dan ada tahapan lain yang untuk menjadi Pastor.
  5. Setiap orang Katolik yang ada di dunia, tercatat rapi nama dan alamatnya. Ada file khusus di lingkungan, paroki keuskupan serta KWI. Jadi Steven berasal dari paroki mana dan dipermandikan di gereja mana, karena pasti akan dapat di telusuri.
  6. Frater tidak memimpin misa, karena memimpin misa itu hanya hak Pastor/Romo/Pater.
  7. Steven disebut mengajar konseling, konseling apa yang dia ajarkan, dan dimana? Seorang Frater hanya bisa mengajar di SMP sebagai guru agama.
  8. Yang paling aneh, ia disebutkan lahir pada tahun 1981, dan pada tahun 2000 ia telah masuk Islam. Artinya, ia beragama Islam sejak usia 19 tahun. Namun dia menyatakan bahwa ia telah pernah memimpin misa.

Alur yang benar seharusnya:
  • 1981 lahir, umur 6 tahun masuk SD (1987-1992),
  • umur 13 masuk SMP (1992-1995),
  • umur 16 tahun masuk seminari/ setingkat SMU (1995-1999),
  • umur 19 masuk 1 tahun persiapan (2000),
  • umur 20 masuk 1 tahun rohani/novis (2001),
  • umur 21 masuk kuliah filsafat (4 tahun), 2 tahun lanjut teologi.

Seharusnya, sekitar usia 27 tahun baru ditasbihkan menjadi imam dan boleh memimpin misa. Jadi bagaimana bisa ia memimpin misa di usia 19 tahun?

Di dalam kolom komentar sendiri, banyak yang menghujat lantaran informasi yang disampaikan oleh PKS Piyungan ini dinilai hoax.

Bruno Bond, menulis, �Tukang bohong, Frater itu masih calon Pastur untuk agama Katolik, tidak boleh dan tidak diperkenankan memimpin misa! Lalu, mengapa  PGI dibawa-bawa kalau Katolik (PGI itu Majelis Gerejanya orang Kristen Protestan). Anda ini mantan Katolik Frater gadungan, atau yang nulis artikel cuma mau buat sensasi? Saya mualaf tulen ngga jelekin agama orang lain. Bohong besar kalau memurtadkan orang Islam sebanyak 126, memang semudah itukah Muslim dimurtadkan?�

Sigit Azzam, menulis, �Ada yang sedikit janggal dengan tahun kelahiran dan tahun menjadi mualafnya. Saya sendiri kelahiran 1981, kalau tahun 2000 menjadi mualaf berarti sekitar umur 19. Dan ia memurtadkan 126 orang sebelum umur 19 dong? Apa mungkin umur di bawah 19 tahun sudah menjadi Frater? Apa ngga sekolah si Steven ini? Terimakasih.�

Recent Post