Latest News

Thursday, November 26, 2015

Kecupan Ajaib Paus Fransiskus Sembuhkan Bayi dari Tumor Otak Ganas


PHILADELPHIA - Seorang bayi berumur satu tahun, pengidap tumor otak, mengalami keajaiban setelah dikecup oleh pemimpin umat Katolik, Paus Fransiskus.

Gianna, mengidap tumor ganas di bagian otaknya. Malangnya dokter mevonis bahwa tumor itu tidak dapat diangkat.

Pada bulan September 2015, ketika Paus Fransiskus mengunjungi Philadelphia dalam misi Kepausan, orangtua Gianna membawanya ke hadapan Paus, dan memintanya untuk mengecup kepala putri mereka.

Setelah beberapa bulan berselang, nampak kondisi kesehatan Gianna membaik, dimana dokter mengatakan ukuran tumor di otaknya terus mengecil.

"Dia semakin membaik, dan bertambah kuat," ujar Kristen Masciantonio, ibu dari Gianna, seperti dikutip dari Dailymail, Senin (23/11/2015).

Kristen dan suaminya, Joey Masciantonio menilai kecupan Paus Fransiskus telah membawa keajaiban bagi putrinya. 

Hasil ronsen otak bayi Gianna yang sembuh dari tumor otak

Berdasarkan hasil ronsen MRI yang dilakukan di bagian otak Gianna yang terjangkiti tumor dari Agustus dan November menunjukkan perbedaan yang nyata. Seakan-akan menciut, tumor di bagian otak Gianna berangsur-angsur mengecil, nyaris tak terlihat dibanding Agustus silam.

"Tahun lalu kehidupannya sangat menyedihkan. Sekarang kami bisa menjalani kehidupan bersamanya. Saya pikir ini semua dari Allah.Saya percaya Paus adalah utusan dari Tuhan," ujar Joey.

Keluarga Masciantonio juga memiliki pendapat yang sama. Mereka menganggap kesembuhan yang dialami oleh Gianna merupakan bentuk campur tangan dari Yang Maha Kuasa.

Terlepas dari membaiknya kondisi Gianna, keluarga Masciantonio optimistis akan masa depan Gianna dan berharap mereka bisa menceritakan kisah tentang ciuman Paus Fransiskus yang mengubah hidup di Philadelphia.

Wednesday, November 25, 2015

Sejarah Flores Memeluk Katolik

Perarakan patung Tuan Ma (Bunda Maria) dalam prosesi Semana Santa

Bulan lalu, dalam rangka menyiapkan edisi khusus wisata, kami berjalan menyusuri pantai-pantai di Flores, Nusa Tenggara Timur. Salah satu alasan kami ke sana adalah karena pulau ini memiliki sejarah yang panjang. Dimulai dengan kedatangan Portugis ke sana pada 1512.

Kedatangan bangsa Portugis membawa agama Katolik ke Flores, Nusa Tenggara Timur. Penyebaran agama ini ditandai dengan pengiriman empat misionaris Dominikan pada 1561 oleh Uskup Malaka. Lima tahun berikutnya, Pastor Antonio da Cruz mendirikan sebuah benteng di Solor dan sebuah seminari di Kota Larantuka. Jumlah penduduk Katolik di Larantuka semakin banyak tatkala Portugis ditaklukkan Belanda di Malaka pada 1641. Sejak saat itulah agama Katolik mendominasi Flores, yang kemudian menyebar ke seluruh daratan Flores, Adonara, hingga Pulau Timor.

Tradisi Katolik yang berlangsung hingga kini adalah prosesi Pekan Suci Semana Santa menjelang Hari Raya Paskah di Kota Larantuka, ibu kota Kabupaten Flores Timur. Pada saat perayaan ini, akan ada arak-arakan Tuan Ana atau Patung Yesus dan Tuan Ma alias Bunda Maria pada malam Jumat Agung, yang diiringi cahaya lilin serta lantunan doa-doa. Patung Tuan Ma ditemukan pada 1510 di pesisir Larantuka. Patung ini kemudian dibawa oleh Kepala Kampung Lewomana ke korke atau tempat pemujaan. Ketika Ordo Dominikan datang, Patung Tuan Ma ini disebut Bunda Maria dan dianggap keramat serta didoakan menjelang pekan suci.

Perarakan Patung Tuan Ana (Tuhan Yesus) dalam prosesi Semana Santa

Puncak perayaan Semana Santa berlangsung pada Jumat Agung. Tubuh Yesus Kristus bakal diusung dari kapela ke katedral pada sore hari sebelum misa. Yesus Kristus ditempatkan sebagai pusat kebaktian serta Bunda Maria menjadi pusat perhatian sebagai ibu yang berkabung (mater dolorosa). Setelah pelaksanaan misa, masyarakat berdoa di makam leluhur dan kemudian arak-arakan di malam hari. Upacara ini berakhir pada Sabtu Santo (Sabtu Suci) dan Minggu Paskah.

Meski sudah memeluk agama Katolik, tradisi penghormatan terhadap pencipta alam semesta tetap mereka jaga. Sistem kesukuan di lewotana (tempat tinggal) mengekalkan tradisi ini. Setiap perkampungan di Tanjung Bunga dihuni suku atau ama yang dibagi menjadi empat jenis berdasarkan fungsi ketika ritual adat digelar. Keempat suku itu adalah Ama Koten, Ama Kelen, Ama Marang dan Ama Hurint, yang disebut dengan suku raja.

Suku-suku ini berperan ketika ritus memuja Lewa Luran Tana Ekan dilangsungkan, terutama ketika upacara pengorbanan hewan. Persembahan hewan korban akan diletakkan di koke bale, rumah panggung tanpa dinding di pusat lewotana. Ama Koten bertugas memegang hewan kurban, sedangkan Ama Kelen memegang bagian belakang hewan. Ama Marang bakal membacakan doa, menceritakan asal-usul (tutu maring usu-asa) untuk mendapatkan restu leluhur. Adapun Ama Hurint bertugas membunuh hewan. 

Peziarah yang mengikuti ritual Cium Tuan di kapela Tuan Ma

Friday, November 13, 2015

Di Medan, Katolik Tidak Dicantumkan Sebagai Agama di Kolom KTP


MEDAN � Hingga saat ini kolom KTP bagi agama katolik di Medan tidak pernah ada. Hal ini pula membuat agama Katolik seolah-olah merasa dimarjinalkan, padahal pertumbuhan jumlah umat Katolik di Medan cukup besar.

�Saat ini kolom agama di KTP hanya dituliskan Kristen. Padahal Kristen itu identik dengan Protestan, bukan Katolik. Kita seolah-olah dimarginalkan,� kata tokoh masyarakat katolik, Hendrik Halomoan Sitompul, Minggu (8/11).

Akibat penulisan Kristen itu, kata Hendrik, terjadi ketidaksinkronan data antara yang dimiliki Pemerintah Kota dengan K?euskupan Agung Medan.

�Jika kita lihat pertumbuhan jumlah umat Katolik di Medan cukup besar. Kebaktian kami selalu berjalan semarak dan ramai dengan kedatangan umat. Tapi dari aspek administrasi kepemerintahan, kami seolah dianggap bagian kecil,� jelasnya.

Selain dari aspek administrasi kependudukan, umat Katolik juga dinilai jauh dari sentuhan bantuan dari pemerintah. Padahal gereja-gereja Katolik berperan besar dalam upaya menyukseskan program pembangunan Kota Medan.

�Saya kira belum ada bantuan untuk guru atau pastor maupun pengurus-pengurus gereja Katolik. Padahal sinergitas antara pemerintah dengan mereka penting untuk ditingkatkan dalam rangka menyerukan pada umat untuk menyukseskan program pemerintah kota,� ungkapnya.

Untuk itu, dirinya meminta agar Pemerintah Kota Medan untuk mencantumkan Katolik sebagai salah satu isi dalam kolom agama di Kartu Tanda Penduduk (KTP) tersebut.

�Kami meminta agar Katolik tetap dipakai. Ini juga akan membantu dari sisi pendataan, baik buat pemerintah maupun buat kami,� pungkasnya.

Wednesday, November 11, 2015

In Memoriam Uskup Pujasumarta, Jejak Karya dan Kreativitasnya yang 'Tak Lazim'


Nafasnya mungkin telah tiada, namun mendengar nama, kiprah, semangat serta kreativitasnya dalam melayani umat Katolik rasanya sosok Mgr Johannes Pujasumarta akan tetap abadi.

USKUP Agung Semarang Mgr Johannes Pujasumarta telah tiada, Selasa (10/11/2015) sekitar pukul 23.35 WIB di Rumah Sakit Elisabeth Semarang, Jawa Tengah, karena sakit.

Mengetahui kabar ini sebagian besar umat Katolik merasakan kehilangan yang luar biasa. Berbagai ucapan dukacita mengalir baik melalui grup WhatsApp Paguyupan Katolik maupun jejaring sosial seperti Facebook maupun Twitter.

Situs Sesawi.Net menulis serangkaian kiprah Uskup Pujasumarta. Satu di antaranya Uskup mengawali langkah baru yang dinilai tak lazim. Bila sebagian orang menganggap gadget serta internet merupakan perpaduan 'racun yang mematikan', namun sebaliknya, Uskup melihat ini sebagai sebuah kesempatan untuk 'pengobatan'.

Informasi di internet sering menyesatkan banyak hal-hal yang negatif bertebaran dan mudah berpindah dari satu gadget ke gadget lainnya. Monsinyur Pujasumarta melihat hal ini sebagai peluang. Ia mengakrabi gadget sebagai media komunikasi dan rajin berbagi menggunakan internet sebagai media pewartaan.

Sosok (alm) Mgr. Johannes Pujasumarta bahkan dikenal sebagai 'Uskup Gaul Internet'. Sudah sejak lama Mgr Johannes Pujasumarta sangat aktif memublikasikan semangat pastoral duc in altum dan mengumandangkan hal itu melalui media blogspot pribadinya dan sebelumnya melalui multiply.com.

Sesawi.net menulis, penggunaan gadget di kalangan para imam, suster, bruder, frater kala itu masih dianggap tabu. Selain dianggap barang mewah, gadget juga menjadi sumber �godaan�.

Melalui gadget, orang bisa mengunduh percakapan-percakapan, gambar-gambar visual yang membuat kaum berjubah bisa �melayang tanpa batas� hingga bisa ditengarai malah akan menjerumuskan kaum berjubah ini untuk hidup tidak setia dengan panggilan hidup baktinya. Utamanya, penghayatan akan kaul kemurnian/keperawanan.

Namun, di tangan alm Mgr Johannes Pujasumarta, perspektif minor dan cara pandang yang sedemikian stigmatis ini diubah secara radikal. Gadget adalah alat efektif untuk misi pewartaan iman. Dan beliau meyakini hal itu dan menggunakan gadget dan internet benar-benar sebagai alat pewartaan iman yang sangat cepat, efektif, efisien, murah, timeless dan borderless.

Maka, sejurus kemudian, duc in altum yang dulunya tidak pernah dikenal tiba-tiba langsung menjadi sebuah semangat pastoral yang sangat membumi. Bukti bahwa gadget dan internet di tangan alm. Mgr. Johannes Pujasumarta menjadi media pewartaan efektif dan efisien bisa dilihat di blog pribadi beliau di www.pujasumarta.blogspot.co.id.

Lambang Keuskupan Agung Semarang

Di balik semangat �duc in altum�
Di bawah ini adalah tulisan lengkap alm. Mgr. Johannes Pujasumarta ketika bertutur kata tentang semangat pastoral duc in altum.

Duc in altum�!� Sabda Tuhan kepada murid-murid-Nya di pantai danau Galilea 2.000 tahun yang lalu, terdengar nyaring sekarang ini pula, �Bertolaklah ke tempat yang dalam�.!�.

Dengan kata-kata tersebut kita diajak untuk memberi makna mendalam pada peristiwa kebersamaan kita, ketika kita merayakan Tahbisan Uskup sebagai peristiwa iman Gereja. Ajakan itulah yang saya sampaikan ketika saya ditahbiskan menjadi Uskup Bandung, 16 Juli 2008. dan tercantum pada Surat Gembala Uskup pada Awal Tugas Penggembalaan, 19/20 Juli 2008.

Ajakan tersebut meneguhkan saya dan banyak saudara lain untuk bertolak ke tempat yang dalam, dan menebarkan jala untuk menangkap ikan melalui jala-jala internet, karena internet dapat menjadi media perwartaan kabar suka cita untuk meningkatkan mutu kehidupan pada zaman kita. Karena kita menyadari ada banyak kepentingan dapat melekat pada jala-jala internet tersebut, misalnya kepentingan bisnis komersial, perlulah kita memurnikan motivasi kita menggunakan sarana komunikasi yang disediakan pada zaman modern sekarang ini. Motivasi yang tidak murni dalam penggunaan jala zaman sekarang untuk meningkatkan mutu kehidupan dapat menjadi penyebab jala mulai koyak, bila ikan yang kita peroleh begitu banyak.

Kebangkitan Kristus menjadi daya kekuatan bagi kita untuk memurnikan motivasi kita dalam menggunakan jala dengan semangat baru. Ia yang bangkit telah berkata kepada para murid pada hari setelah kebangkitan-Nya, ketika mereka sedang berada di pantai Tiberias, �Tebarkanlah jalamu di sebelah kanan perahu� (Yoh. 21:6). Kesediaan kita melaksanakan kehendak-Nya merupakan bagian kita, agar dapat menyaksikan mukjizat, seperti dulu dialami Simon Petrus. Dulu, �Simon Petrus naik ke perahu lalu menghela jala itu ke darat, penuh ikan-ikan besar: seratus lima puluh tiga ekor banyaknya, dan sungguhpun sebanyak itu, jala itu tidak koyak.� (Yoh 21:11).

Pada jala zaman kita website http://www.pujasumarta.web.id; http://pujasumarta.blogspot.com/ diciptakan, agar kita mengalami, bahwa Ia hidup menyertai kita, dan kita pun memiliki hati yang peka pada kehadiran-Nya, sehingga kita pun dapat berseru seperti murid yang dikasihi Tuhan, �Itu Tuhan!� (Yoh 21:7), ketika menyaksikan pekerjaan-pekerjaan baik yang dilakukan-Nya pada zaman kita sekarang ini.

Sumber: http://www.tribunnews.com/regional/2015/11/11/in-memoriam-uskup-pujasumarta-jejak-karya-dan-kreativitasnya-yang-tak-lazim

Uskup Agung Semarang Meninggal dalam Iringan Lagu 'Nderek Dewi Maria'

Ribuan umat katolik beri penghormatan terakhir untuk Uskup Agung Semarang.

SEMARANG - Uskup Agung Semarang Mgr Johanes Pujasumarta meninggal dunia Selasa malam (10/11/2015) di Rumah Sakit Elisabeth Semarang.

Kepala Gereja Katedral Sub Tutela Matris Semarang, Romo Aloysius Gonzaga Luhur Prihadi, menyatakan Uskup Agung Semarang, Monsinyur Johannes Pujasumarta, meninggal dunia pada usia 66 tahun. Menurut Romo Aloysius, sebelum meninggal, Uskup Agung Johannes menderita sakit kanker paru-paru.

"Monsinyur Uskup Agung mengidap penyakit kanker di paru-paru. Kemudian pada tahap akhir ia mengalami gangguan ginjal," kata Romo Aloysius usai mempimpin misa untuk Uskup Agung di Gereja Katedral, Semarang, Jawa Tengah, Rabu (11/11/2015).

Romo Aloys Budi Purnomo pun menambahkan, beliau sudah 1,5 tahun menderita penyakit kanker.

"Beliau berjuang 1,5 tahun melawan kanker," kata Ketua Komisi Hubungan Antarlembaga Keuskupan Agung Semarang Aloys Budi Purnomo di Semarang, Rabu (11/11/2015).

Menurut pria yang dipanggil Romo Budi, akibat sakit kanker tersebut, almarhum kerap keluar masuk rumah sakit untuk mendapat perawatan/ Penyakit kanker yang diderita, diketahui sudah mencapai stadium empat. Selama masa tersebut, almarhum tetap berjuang dengan bertahan.

"Beliau berjuang, bertahan dengan penuh semangat dalam penderitaan," tambah Romo.

Selama sakit itu, almarhum juga tidak menunjukkan rasa mengeluh. Ia tetap tersenyum, bahkan selalu melakukan pemberkatan. Sebelum meninggal, almarhum dirawat secara intensif selama dua bulan di kamar Anna 402 RS Elisabeth. Almarhum juga sempat berpesan kepada sahabat dan kerabatnya untuk didoakan.

Jenazah Uskup hari ini Rabu (11/11) masih disemayamkan di Gereja Katedral Semarang, hingga Kamis esok. Sore nanti pukul 18.00 WIB juga akan diadakan misa. Selanjutnya, besok Kamis akan diberangkatkan di Kompleks Seminari Tinggi Santo Paulus, Kentungan, Yogyakarta, untuk disemayamkan di sana.


Ribuan Umat Katolik Beri Penghormatan Terakhir untuk Uskup Agung Semarang

Ribuan umat Katolik silih berganti datang ke Gereja Katedral Semarang untuk memberikan penghormatan terakhir kepada Uskup Agung Semarang, Mgr Johannes Pujasumarta. Almarhum yang meninggal Selasa (11/11) malam kemarin  memang dikenal baik dan tidak mau mengecewakan jemaat.

Di halaman gereja, puluhan rangkaian bunga menghiasi termasuk karangan bunga dari Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Di pintu masuk utama tampak barisan umat Katolik mulai dari anak-anak hingga orang tua berjalan perlahan menuju peti tempat disemayamkannya jenazah Uskup Puja Sumarta.

Vikaris Jenderal Keuskupan Agung Semarang, Romo FX Sukendar bersimpuh dan menitikan air mata ketika memanjatkan doa di samping peti. Romo FX Sukendar mengenang Uskup Pujasumarta sebagai sosok yang bertanggungjawab terutama kepada umat. Almarhum selalu berusaha melaksanakan jadwal meskipun kondisinya tak lagi sehat.

"Paling utama itu semangat beliau melayani umat, istimewa. Semangat itu ditandai saat dinyatakan sakit masih berusaha melaksanakan jadwal karena tidak mau mengecewakan saat sakramen penguatan," kata Romo FX Sukendar.

Ia juga mengenang kata-kata terakhir Romo Pujasumarta kepada dirinya hari Rabu (4/11) lalu. Saat itu Romo Pujasumarta terbaring di  kamar Anna 402 RS Elisabeth Semarang.

"Pesan terakhir Rabu lalu, saya menemani beliau dari pagi sampai siang. Beliau memegang tangan saya dan bilang '3 hari lagi'. Yang ditanyakan ternyata tentang Rikas, rencana induk keuskupan. Bicaranya sudah susah. Saya bertemu terakhir hari Sabtu," kenangnya.

Sejak dua bulan lalu Uskup Pujasumarta dirawat di kamar Anna 402 RS Elisabeth. Hari Selasa (10/11) malam kemarin pada detik-detik terakhir Uskup Pujasumarta dilantunkan 'Nderek Dewi Maria' oleh keluarga dan kerabat.

"Almarhum meninggal dalam iringan lagu 'Nderek Dewi Maria'," tandas Budi.

"Sempat bilang kepada saya 'aku wis ora iso opo-opo' (aku sudah tidak bisa apa-apa)," imbuh Romo Matheus Djoko.


Riwayat Singkat Mgr. Johannes Pujasumarta

Monsinyur Johannes Maria Trilaksyanta Pujasumarta lahir di Surakarta pada 27 Desember 1949. Dia anak ketiga dari sembilan bersaudara dari pasangan Hubertus Soekarto Pudjasumarto dan Agnes Soekarti Pudjasumarto.

Setelah menjalani pendidikan di Seminari Menengah Mertoyudan Kabupaten Magelang dan Seminari Tinggi Santo Paulus, Kentungan, Yogyakarta, dia ditahbiskan menjadi imam Katolik pada 25 Januari 1977.

Pujasumarta melanjutkan studi di Universitas St Thomas Aquinas, Roma, Italia, selama 1983-1987, hingga meraih gelar doktor teologi spiritual.

Pada 1998-2008 menjabat sebagai Vikaris Jenderal Keuskupan Agung Semarang, kemudian selama 2008-2010 menjadi Uskup Bandung.

Sejak 12 November 2010 hingga wafatnya menduduki jabatan sebagai Uskup Agung Semarang.

Sumber:
http://regional.kompas.com/read/2015/11/11/12025611/Uskup.Agung.Semarang.1.5.Tahun.Berjuang.Melawan.Kanker
http://news.detik.com/berita/3068168/ribuan-umat-katolik-beri-penghormatan-terakhir-untuk-uskup-agung-semarang

Monday, November 2, 2015

Mengapa Orang Katolik Mendoakan Arwah?


Hari Arwah atau Hari Semua Arwah (penerjemahan secara harfiah dari bahasa Inggris: All Soul's Day) adalah suatu hari yang dirayakan untuk memperingati semua orang beriman yang telah meninggal dalam agama Kristen; biasanya untuk mengenang arwah kerabat, walaupun tidak secara khusus dimaksudkan untuk itu. Dalam Kekristenan Barat, perayaan tahunan ini sekarang diperingati setiap tanggal 2 November dan terkait dengan Hari Raya Semua Orang Kudus (1 November), serta vigilinya, Halloween (31 Oktober).

Bertepatan dengan Hari Arwah Gereja Katolik yang jatuh pada tanggal 2 Nopember. Pada hari tersebut kita sebagai umat Katolik diajak secara khusus meluangkan waktu untuk mendoakan arwah-arwah sanak-saudara, dan orang-orang lain yang telah mendahului kita. Doa-doa tersebut akan membantu arwah-arwah yang sedang berada di Api Penyucian untuk mendapatkan pengampunan dosa dari Tuhan, sehingga mereka bisa masuk ke Surga.

Mendoakan para arwah sudah dilakukan umat gereja perdana.
Sejak masa awal perkembangan agama Kristen, umat Kristiani telah mendoakan keluarga dan teman yang sudah meninggal dunia. Hal ini dibutktikan dengan adanya doa tertulis di katakomba. Di dalam Kitab Suci, praktek mendoakan keluarga yang telah meninggal tercatat pada kitab Makabe dan 2 Timotius 1:18 (Santo Paulus berdoa untuk Onesiforus yang telah meninggal dunia). Berdasarkan Alkitab, umat beriman akan mengalami masa pemurnian dari dosa setelah manusia mengalami kematian. Masa pemurnian in sering kali disebut sebagai api penyucian (purgatorium).

Pada abad ke-6, komunitas Benediktin memperingati umat yang telah meninggal pada perayaan Pentakosta. Pada tahun 998, perayaan hari arwah menjadi peringatan umum di bawah pengaruh rahib Odilo dari Biara Cluny. Mulai saat itu, perayaan arwah diadakan setiap tanggal 2 November di kalangan ordo Benediktin, biara Carthusian, gereja Anglikan, dan sebagian gereja Lutheran.

Perayaan liturgi dalam Ritus Roma secara resmi menyebutnya "Peringatan Arwah Semua Orang Beriman". Di beberapa negara, misalnya Meksiko, perayaan tersebut disebut sebagai Hari Orang Mati.


Saat ini Peringatan Arwah Semua Orang Beriman dirayakan setiap tanggal 2 November, yaitu sehari setelah peringatan Hari Raya Semua Orang Kudus. Dalam revisi Ritus Roma tahun 1969, jika tanggal 2 November jatuh pada hari Minggu maka perayaan Misa menggunakan liturgi Hari Arwah sedangkan Ibadat Harian menggunakan liturgi hari Minggu tersebut, tetapi perayaan publik Laudes (Ibadat Pagi) dan Vesper (Ibadat Sore) dari Doa Ofisi untuk Orang Meninggal tetap diperbolehkan. Di Inggris dan Wales, di mana hari raya wajib yang jatuh pada hari Sabtu dipindahkan ke hari berikutnya, jika 2 November bertepatan dengan hari Minggu maka Hari Raya Semua Orang Kudus dipindahkan ke hari tersebut dan Hari Arwah dipindahkan ke 3 November (Senin).

Mereka yang telah meninggal dunia dapat memperoleh indulgensi, baik indulgensi penuh ataupun sebagian, jika umat yang masih hidup melakukan perbuatan tertentu dan memenuhi persyaratan yang ditentukan.

Seringkali kita sebagai umat Katolik mendapat pertanyaan, mengapa orang Katolik mendoakan sanak saudara atau orang yang sudah mendahului kita. Bukankah orang mati dan kita sudah tidak ada hubungannya lagi, dan bukankah setiap orang yang sudah percaya dan menerima Kristus sebagai Tuhan dan juruselamatnya sudah mendapat jaminan hidup yang kekal. Apakah itu alkitabiah?

Menurut Kitab Suci
Dalam Perjanjian Lama berdoa bagi orang mati terdapat di 2 Makabe 12:38-45.
Perikop ini mengisahkan bahwa ditemukan jimat-jimat dalam jubah pada orang-orang yang gugur dalam perang suci yang dipimpin oleh Yudas Makabe.
Maka segeralah mereka semua yang ada di tempat itu memuliakan Tuhan dan berdoa memohon Tuhan menghapuskan dosa-dosa mereka semua serta dikumpulkan uang untuk dikirimkan ke Yerusalem supaya para Imam di Bait Alah mempersembahkan korban penghapusan dosa bagi mereka gugur itu. Yudas dan anak buahnya melakukan ini karena mereka percaya bahwa mereka yang gugur itu akan bangkit.
Dalam Sirakh 7:33 juga dituliskan bahwa �Hendaklah kemurahan hatimu meliputi semua orang yang hidup, tapi orang matipun jangan kau kecualikan pula dari kerelaanmu�. Ayat ini mempunyai pengertian bahwa bantuan melalui doa-doa dan persembahan kepada orang yang sudah mendahului kita tidak akan sia-sia, karena itulah bentuk perhatian dan bantuan kita secara rohani kepada mereka.

Kedua kitab tersebut. di atas termasuk dalam kelompok Kitab Deteurokanonika yang tidak diakui oleh Gereja Kristen Protestan. Di sinilah letak perbedaannya.

Dalam Injil Matius 12:32 �Apabila seorang mengucapkan sesuatu menentang Anak Manusia (manusia Yesus), ia masih diampuni, tetapi jika ia menentang Roh Kudus. Ia tidak akan diampuni. Di dunia ini tidak di dunia akan datangpun tidak�.

Ayat ini mempunyai arti bahwa jika seseorang menentang Roh Kudus maka dia tidak akan diampuni baik di dunia ini juga di dunia akan datang, artinya masih ada dosa-dosa yang bisa diampuni di dunia yang akan datang, ini menunjukkan masih ada harapan bagi orang yang sudah meninggal kalau orang tersebut belum di Surga atau di neraka, mereka ini masih di api penyucian (Purgatory). Karena keadaan orang yang sudah di Surga atau di neraka sudah tidak bisa diubah lagi atau didoakan.

Apa yang harus kita lakukan?
Dalam Ajaran Gereja Katolik kita mengenal adanya indulgensi.
"Sebuah indulgensi adalah sebagian atau penuh sesuai dengan apakah indulgensi tersebut menghapuskan sebagian atau segenap hukuman sementara yang disebabkan oleh dosa." Indulgensi bisa dikenakan kepada orang hidup maupun orang yang sudah meninggal." (Katekis Gereja Katolik nomor 1471).
Indulgensi adalah penghapusan sebagian atau seluruh hutang dosa di hadapan Tuhan atas hukuman sementara akibat dosa-dosa yang sudah diampuni serta untuk memulihkan luka-luka jiwa kita yang diakibatkan oleh dosa.

Tuhan lah yang memberikan wewenang kepada Gereja untuk memberikan indulgensi melalui perbuatan dan doa kita, kita boleh memperoleh indulgensi. Nah melalui indulgensi yang kita terima dapat membantu jiwa-jiwa di api penyucian supaya mereka cepat tiba di Surga.

Timbul pertanyaan bukankan kita sudah memperoleh pengampunan dosa melalui Sakramen Tobat?
Bahwa sejak kejatuhan manusia pertama dalam dosa, maka manusia cenderung melakukan dosa, dan setiap dosa itu melukai jiwa kita yang mengakibatkan manusia sulit menghindari dari perbuatan dosa yang sama di masa mendatang. Melalui Sakramen Tobat kita mendapat pengampunan dosa dengan penitensi, tetapi akibat dari dosa pada jiwa kita masih ada, dan tidak dapat kita rasakan / lihat. Maka jiwa kita harus dibersihkan, baik ketika kita masih hidup di dunia ataupun kelak kita meninggal. Tuhan melalui Gereja-Nya menyediakan bonus yang disebut indulgensi melalui doa dan silih yang kita lakukan.


Bagaimana cara menghindari Api Penyucian?
"Kamu tidak boleh takut pada Api Penyucian karena penderitaan di sana, tetapi mintalah bahwa kamu tak perlu ke sana untuk menyenangkan Allah, yang sangat enggan mengenakan hukuman itu." ~ St. Theresia Lisieux
Santo Paulus dalam 1 Korintus 3:10-15 menekankan betapa pentingnya bagi kita untuk memiliki dasar yang kuat dalam membangun bangunan rohani supaya tahan uji. Dasar yang kuat itu adalah Yesus Kristus sebagai pedoman hidup kita. Kalau kita bangunan hidup kita tidak di atas dasar yang kuat yaitu Yesus Kristus maka bangunan kita tidak akan tahan uji oleh api.

Kita membangun bangunan rohani melalui hidup sehari-hari dengan sungguh-sungguh memperbaiki diri mulai dari hal-hal yang kecil (berpikiran negatif, bohong demi kebaikan, membandingkan diri dengan orang lain, bersikap keras / kasar terhadap orang lain, menyakiti hati orang lain dsb). Mengapa? Karena hal-hal yang kecil sering kita tidak memperhatikan karena kita pikir tidak penting, tetapi Tuhan mencatat semuanya, sekecil apapun yang kita lakukan semuanya tercatat oleh Tuhan.

Dimana bangunan kita akan diuji oleh Tuhan?
Bangunan hidup kita akan diuji di Api Penyucian (Purgatory). Oleh karena itu selagi kita masih hidup di dunia, inilah kesempatan kita untuk terus memperkuat dasar bangunan kita dalam Yesus Kristus dengan selalu belajar dan berusaha hidup sesuai kehendak-Nya, selain itu untuk sanak saudara dan orang-orang yang sudah mendahului kita, sepatutnyalah kita mendoakan supaya mereka segera masuk ke Surga, dengan demikian kelak merekapun akan berdoa bagi kita.

Sumber:

Recent Post