Latest News

Sunday, January 29, 2012

Respon terhadap artikel page Persatuan Gereja Orthodox Indonesia

Page Persatuan Gereja Orthodox Indonesia yang kerap menyerang dan menuduh Gereja Katolik sesat menuliskan sebuah artikel yang berjudul �5 Poin Alasan Penolakan Gereja Orthodox bahwa Batu Karang (dalam bahasa aslinya Petra) dalam Injil Matius 16 : 18 dirujukkan kepada Petrus.

Saya memutuskan untuk menulis artikel apologetika untuk menanggapi tulisan page tersebut di blog saya sendiri. Pernyataan page tersebut dalam tulisan berwarna merah. Sedangkan tanggapan saya dalam tulisan berwarna hitam.
1. Tak sesuai dengan Iman Gereja Perdana, Para Bapa Gereja Perdana telah menjelaskan iman mereka yang sampai saat ini masih sama dengan iman Gereja Orthodox yakni Batu karang bukanlah pribadi Petrus melainkan Pengakuan Petrus.
�Kemudian, Iman adalah dasar Gereja, sebab hal itu tidak dikatakan pada daging Petrus, namun pada imannya, bahwa gerbang-gerbang Hades tidak akan menguasainya. Namun Pengakuan Imannya telah mengalahkan Hades.�
[St.Ambrosius dari Milan. 337 - 397 AD.The Sacrament Of The Incarnation Of Our Lord. IV:32-V:35]
Ini alasan yang tidak berdasar. Para Bapa Gereja mengajarkan bahwa Batu Karang di Mat 16:18 adalah Pengakuan Petrus, tetapi Para Bapa Gereja JUGA mengajarkan bahwa Batu Karang di Mat 16:18 adalah Pribadi Petrus sendiri. Sebenarnya bagaimana posisi Gereja Katolik mengenai �batu karang� dalam Mat 16:18? Gereja Katolik mengakui dan mengimani keduanya bahwa Batu Karang yang dimaksud adalah Petrus sendiri dan Pengakuan Iman Petrus.

KGK 424: Digerakkan oleh rahmat Roh Kudus dan ditarik oleh Bapa, kita percaya dan mengakui tentang Yesus: "Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup" (Mat 16:16). Atas wadas iman ini, yang diakui santo Petrus, Kristus membangun Gereja-Nya.

KGK 552: Dalam kolegium kedua belas orang itu Simon Petrus menduduki tempat yang pertama Bdk. Mrk 3:16; Mrk 9:2; Luk 24:34; 1 Kor 15:5.. Yesus mempercayakan kepadanya satu perutusan yang khusus. Berkat wahyu yang Petrus terima dari Bapa, ia mengakui: "Engkaulah Mesias, Putera Allah yang hidup". Dan Tuhan kita berkata kepadanya: "Engkaulah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya" (Mat 16:16-18). Kristus "batu yang hidup" (1 Ptr 2:4) menjanjikan kepada Gereja-Nya yang didirikan atas Petrus itu, kemenangan atas kekuasaan maut. Atas dasar iman yang ia akui, Petrus tetap tinggal wadas Gereja yang tidak tergoyangkan. Ia menerima perutusan supaya menjaga iman itu jangan sampai gugur, dan supaya menguatkan saudara-saudaranya di dalam iman itu Bdk. Luk 22:32.

KGK 881: Tuhan menjadikan hanya Simon, yang ia namakan Petrus, sebagai wadas untuk Gereja-Nya. Ia menyerahkan kepada Petrus kunci-kunci Gereja Bdk. Mat 16:18-19. dan menugaskan dia sebagai gembala kawanan-Nya Bdk. Yoh 21:15-17.. "Tetapi tugas mengikat dan melepaskan yang diserahkan kepada Petrus, ternyata diberikan juga kepada dewan para Rasul dalam persekutuan dengan kepalanya" (LG 22). Jabatan gembala dari Petrus dan para Rasul yang lain termasuk dasar Gereja. Di bawah kekuasaan tertinggi [primat] Paus, wewenang itu dilanjutkan oleh para Uskup.
Dari sini kita bisa melihat bahwa Gereja Katolik mengakui bahwa Pribadi Petrus dan Pengakuan St. Petrus adalah batu karang yang diatasnya Gereja Kristus yang sejati didirikan. Bukan hanya salah satu, tetapi keduanya karena keduanya tidak terpisahkan. 

Para Bapa Gereja Perdana pun juga mengimani bahwa Batu Karang di Mat 16:18 adalah Pribadi Petrus juga.
�'...thou art Peter and upon this rock I will build my Church' ... It is on him that he builds the Church, and to him that he entrusts the sheep to feed. And although he assigns a like power to all the apostles, yet he founded a single Chair, thus establishing by his own authority the source and hallmark of the (Church's) oneness...If a man does not fast to this oneness of Peter, does he still imagine that he still holds the faith. If he deserts the Chair of Peter upon whom the Church was built, has he still confidence that he is in the Church?� Cyprian, De Unitate Ecclesiae (Primacy text), 4 (A.D. 251).

�...folly of (Pope) Stephen, that he who boasts of the place of the episcopate, and contends that he holds the succession from Peter, on whom the foundation of the Church were laid...� Firmilian, Epistle To Cyprian, Epistle 75(74):17(A.D. 256).

He suffers him no longer to be called Simon, exercising authority and rule over him already having become His own. By a title suitable to the thing, He changed his name into Peter, from the word 'petra' (rock); for on him He was afterwards to found His Church. (Cyril of Alexandria, T. iv. Comm. in Joan., p. 131)

Holy men are therefore called the temple of God, because the Holy Spirit dwells in them; as that Chief of the Apostles testifies, he that was found to be blessed by the Lord, because the Father had revealed unto him. To him then did the Father reveal His true Son; and the same (Peter) furthermore reveals the Holy Spirit. This was befitting in the First of the Apostles, that firm Rock upon which the Church of God is built, and the gates of hell shall not prevail against it. The gates of hell are heretics and heresiarchs. For in every way was the faith confirmed in him who received the keys of heaven; who looses on earth and binds in heaven. For in him are found all subtle questions of faith. He was aided by the Father so as to be (or lay) the Foundation of the security (firmness) of the faith. He (Peter) heard from the same God, 'feed my lambs'; to him He entrusted the flock; he leads the way admirably in the power of his own Master. (Epiphanius of Salamis, AD. 385, T. ii. in Anchor). 
Bahkan St. Ambrosius juga mengimani bahwa St. Petrus adalah Batu Karang yang diatasnya Gereja Kristus didirikan.
"[Christ] made answer: �You are Peter, and upon this rock will I build my Church. . . . � Could he not, then, strengthen the faith of the man to whom, acting on his own authority, he gave the kingdom, whom he called the rock, thereby declaring him to be the foundation of the Church [Matt. 16:18]?" (Ambrose of Milan, The Faith 4:5 [A.D. 379]). 

"It is to Peter that he says: �You are Peter, and upon this rock I will build my Church� [Matt. 16:18]. Where Peter is, there is the Church. And where the Church is, no death is there, but life eternal" (Ambrose of Milan, Commentary on Twelve Psalms of David 40:30 [A.D. 389]). 
Dan masih banyak lagi. Anda bisa mengaksesnya di Scripture Catholic dan Scripture Catholic. Anda pun bisa melihat Pengajaran Para Bapa Gereja Timur mengenai Keutamaan Petrus di Indonesian Papist.

Menutup tanggapan terhadap nomor satu, saya kutip pernyataan Kardinal Joseph Ratzinger (sekarang Paus Benediktus XVI) mengenai hal ini:
Kedudukan Petrus sebagai "primus inter pares", yang pertama dari antara yang lain, bukanlah suatu yang asing dari pewartaan Perjanjian Baru. Dia adalah pribadi yang mewakili Gereja menyatakan iman akan Yesus sebagai Putra Allah sehingga kemudian Petrus ditetapkan sebagai batu karang Gereja (bdk. Mat 16:13-20). Petrus adalah batu karang Gereja yang menjadi penyangga dan pembawa ungkapan iman. Pilihan akan Petrus bukanlah karya manusia, melainkan buah rahmat Ilahi, yang akannya manusia bisa taat. Orang akan bertanya, "apakah yang sebenarnya menjadi dasar Gereja : pribadi dan panggilan Petrus atau pengakuan imannya akan Kristus?� Jawabannya adalah : Sebuah pengakuan tidak bisa dipisahkan dari pribadi yang menyatakannya, karena itu pengakuan iman Gereja tidak bisa pula dipisahkan dari Petrus, yang mewakili para rasul, menyatakan iman tersebut. -Joseph Ratzinger-
2. Batu Karang dalam Injil matius itu dituliskan oleh Rasul Matius dengan penggunaan kata Feminim Petra, yang tak mungkin merujuk pada Pribadi Petrus yang adalah Pria. Secara kosakata, kata Petra dan Petros sekalipun memiliki wujud yang sama yaitu karang namun memiliki makna detail yang berbeda, Petros sebagai karang kecil dan Petra sebagai batu karang yang besar.
Hal ini sudah pernah saya buatkan artikelnya. Silahkan cek Indonesian Papist. Perlu diketahui bahwa Injil Matius dituliskan dalam bahasa Yunani Koine (Koine Greek) bukan Attic Greek (Yunani Attic). Koine Greek tidak mengenal perbedaan makna antara �Petra� dan �Petros�, keduanya sama-sama Batu Karang. Keduanya hanya berbeda pada bentuk kata saja, yang satu feminin dan yang satu maskulin. Kata dasar �Batu Karang� dalam Koine Greek memang adalah �Petra�. Tetapi, Karena ini feminin, maka Matius dengan diinspirasi oleh Roh Kudus menuliskan �Petros� yang bentuknya maskulin (lebih sesuai untuk Petrus yang adalah laki-laki) tetapi memiliki arti yang sama dengan �Petra�.

Bahkan, seorang teolog dan filsuf populer Ortodoks bernama Vladimir Solovyev mengatakan demikian:
And yet, if, in the Church, besides the mystical life and the individual life, there exists the social life, this social life must have a definite form based upon a unifying principle peculiar to itself. When we maintain that this specific principle of social unity in the Church is in the first place neither Jesus Christ nor the mass of the faithful, but the monarchical authority of Peter, by means of which Jesus Christ has willed to unite Himself to man as a social and political being, we find our opinion confirmed by the remarkable fact that only in the case of the prince of the Apostles has the attribute of being the Rock of the Church carried with it the title to a distinctive and permanent name. He alone is the Rock of the Church in the special and strict sense of the term, that is to say, the unifying basis of the historic Christian society. (Vladimir Solovyev, Russia and The Universal Church p. 90)
As Peter shares in the sovereign authority of Christ over the Universal Church, so the bishop of Rome who occupies the see of Peter is the living representative of this authority. �Peter does not cease to preside in his see and his consortium with the Eternal Pontiff never fails. For that steadfastness with which he was endowed, when he (Peter) was first made the Rock, by Christ Who is Himself the Rock, has passed to his successors, and wherever any stability is manifest it is beyond doubt the might of the supreme Pastor which is in evidence.  (Vladimir Solovyev, Russia and The Universal Church p. 120)

Pada buku yang sama, Solovyev mengutip salah satu sesi pada Konsili Kalsedon 451 M:
The council did not think itself competent to pass fresh judgment on a bishop whom the Pope had already judged, and it was proposed that the Roman legates should pronounce judgment on Dioscorus. Accordingly they did so, having first enumerated all the crimes of the patriarch of Alexandria in these terms: �The most holy and blessed archbishop of great and old Rome, Leo, through us and the holy council here present, and together with the thrice blessed and most glorious Apostle Peter, who is the Rock and base of the Catholic Church and the foundation of the orthodox faith, has deprived the said Dioscorus of episcopal status and expelled him entirely from his priestly office.�  (Vladimir Solovyev, Russia and The Universal Church, p. 136)
Di sini bisa kita lihat bahwa Para Bapa Konsili Kalsedon 451 M sendiri mengakui bahwa St. Petrus adalah Batu Karang Gereja Katolik.
3. Jika Katolik Roma merujukkan pendapatnya pada pernyataan Yesus dalam bahasa aram ("Kepha" yang tak memiliki gender), apakah kemudian Katolik Roma menyatakan "Petra" dalam Injil Matius adalah Keteledoran Rasul Matius dalam menulis Injil yang seharusnya dituliskan "Petros", sehingga dapat mengacu pada pribadi Petrus???
Bukan ketelodoran, tentu bukan demikian. Tapi, kita pun bisa melihat ke bahasa asli Yesus kan? Yesus berbahasa Aram dan tentu Ia menggunakan �Kepha� yang tidak mengenal gender. Dengan melihat ke bahasa asli Yesus, kita bisa mengetahui makna yang sebenarnya dari Mat 16:18. Tetapi penafsiran si Admin Ortodoks ini bahwa batu karang di Mat 16:18 adalah �pengakuan iman saja� itulah yang menjadi masalah di sini.
4. Bukankah Roh Kudus yang mengilhami Rasul Matius, jika Rasul Matius dapat salah menulis Injil, apakah kemudian Roh Kudus Yang memberikan wahyu kepada Rasul Matius itu untuk menuliskan Kepha menjadi Petra itu dikatakan dapat salah?
St. Matius tidak dapat salah dalam menulis Injil ketika ia diinspirasikan oleh Roh Kudus. Tetapi pemahaman admin Ortodoks bahwa �hanya pengakuan iman saja� maksud dari �batu karang� pada Mat 16:18 itulah yang keliru. Jadi bukan Roh Kudus yang salah, tetapi admin Ortodoks itu yang salah.
5. Jika Roh Kudus dapat salah, artinya Apakah Katolik Roma menyangkali bahwa Roh Kudus itu Tuhan?
Kesimpulan yang terlalu jauh, padahal Gereja Katolik tidak akan pernah berkata Roh Kudus dapat salah. Terlihat si admin secara sengaja dan tendensius mengambil kesimpulan yang menyerang.

Sekian pembelaan dari saya, semoga bermanfaat. Pax et bonum

Thursday, January 26, 2012

Uskup Francis Hong Yong-ho, Uskup Diosesan tertua di dunia


File:Francis Hong Yong-ho.jpg
Uskup Francis Hong Yong-ho. Foto ini diambil sebelum tahun 1950

Uskup Francis Hong Yong-ho adalah Uskup Pyongyang (Korea Utara). Ia lahir pada tanggal 12 Oktober 1906 di Korea Selatan. Ia sekarang berusia 105 tahun dan masih dianggap sebagai Uskup Pyongyang oleh Tahta Suci sekalipun saat ini ia dinyatakan hilang sejak dipenjara tahun 1949.

Uskup Francis Hong Yong-ho ditahbiskan menjadi imam pada tanggal 25 Mei 1933. Ia kemudian ditunjuk sebagai Vikar Apostolik Pyongyang pada tanggal 24 Maret 1944 oleh Venerabilis Paus Pius XII. Ia ditahbiskan sebagai uskup oleh Uskup Agung Bonifatius Sauer sebagai konsekrator utama dan Uskup Irenaeus Hayasaka beserta Uskup Paul Roh Ki-nam sebagai ko-konsekrator pada tanggal 29 Juni 1944 tepat pada Pesta St. Petrus dan St. Paulus.

Pada 10 Maret 1962, Beato Paus Yohanes XXIII menaikkan status Vikariat Apostolik Pyongyang menjadi Keuskupan Pyongyang sebagai bentuk protes terhadap rezim komunis Korea Utara dan menunjuk Uskup Francis Hong Yong-ho sebagai uskup pertamanya sekalipun keberadaan Uskup Francis Hong Yong-ho tidak diketahui pada saat itu. Uskup Francis Hong Yong-ho menjadi simbol penganiayaan rezim komunis Korea Utara terhadap Gereja Katolik. 10 Maret 2012 kelak genap 50 tahun Uskup Yong-ho menjadi Uskup Pyongyang dan angka ini masih bisa bertambah.

Bila Uskup Yong-ho hilang, lalu siapa yang menggembalakan umat Katolik di Pyongyang? Saat ini, Tahta Suci menunjuk Uskup Agung Seoul sebagai Administrator Apostolik sede plena bagi Keuskupan Pyongyang untuk menggantikan sementara Uskup Yong-ho. Administrator Apostolik Pyongyang saat ini adalah Kardinal Nicholas Cheong Jin-suk (80) dari Seoul.

Mengenai Uskup Francis Hong Yong-ho, Kardinal Cheong Jin-suk mengatakan:
�Tidak ada informasi mengenai imam-imam yang selamat dari penganiayaan yang datang di akhir tahun 40an, ketika 166 imam dan kaum religius dibunuh atau diculik. Buku Tahunan Pontifikal (tambahan Papist: Annuario Pontificio) tetap menyebutkan �hilang� orang yang menjadi Uskup Pyongyang pada masa itu, Monsinyur Francis Hong Yong-ho, yang sekarang akan berusia 100 tahun. Ini adalah gerakan dari Tahta Suci untuk menunjukkan tragedi bahwa Gereja di Korea telah menderita dan masih berlanjut.� [wawancara dengan Cardinal Cheong Jin-suk oleh Gianni Cardinale, Maret 2006.]
Gereja masih menyatakan Uskup Yong-ho dalam keadaan hilang dengan menganggap adanya kemungkinan Beliau masih hidup di kamp re-edukasi. Kondisi Gereja Katolik di Korea Utara sendiri memang sangat menderita. Kardinal Cheong Jin-suk kepada asianews.it mengatakan bahwa pada saat Korea belum terbagi, ada 52 paroki dan 50.000 umat Katolik di Utara. Beliau menambahkan bahwa pada tahun 1949, ketika Uskup Yong-ho dan setiap imam dipenjara atau dipaksa melarikan diri, tidak ada lagi imam yang berada di Utara.

Mari berdoa untuk Gereja Katolik di Korea Utara.

Referensi:
pax et bonum

Wednesday, January 25, 2012

Segala Nubuat Terpenuhi di dalam Yesus Kristus


Ikon "Life Of Christ"
Yesus Kristus telah diutus Allah untuk menebus kita dan untuk menyampaikan kepada kita warta gembira-Nya. � ... Yang disebut oleh Musa dalam Kitab Taurat dan oleh para nabi, telah kami ketemukan ialah Yesus, anak Yusuf dari Nazaret.� (Yoh 1:45). Salah satu argumen yang paling kuat untuk menonjolkan perutusan Yesus ialah bahwa segala nubuat telah dipenuhi di dalam Dia.

I. Asal-usul. Sesuai dengan nubuat yang ada maka Mesias terjanji adalah putera Abraham dari garis Yehuda dan Daud. Matius menjabarkan silsilah yang mulai dengan Abraham dan berakhir dengan Yusuf suami Maria, yang melahirkan Yesus yang disebut Kristus. (Mat 1:16). Menurut tafsiran Yahudi, Yesus dengan sesungguhnya putera Daud, karena Yusuf, kepala keluarga di mana Ia dilahirkan, berasal dari Daud. Generasi Kristen pertama pun pada umumnya mengetahui bahwa Ia berasal dari suku Yehuda. (Ibr 7:14)

Yesaya bernubuat bahwa Mesias akan dilahirkan dari seorang perawan. �Sesungguhnya anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki.� (Mat 1:23). Juga tempat kelahiran Mesias diketahui dengan pasti. Kitab Suci mengatakan bahwa Mesias berasal dari keturunan Daud dan dari kampung Betlehem, tempat Daud dahulu tinggal. (Yoh 7:42). Ke sanalah juga Herodes mengirim orang majus dari wilayah timur dan itu pun berdasarkan nubuat Nabi Mikha. �Dan, Engkau  Betlehem, engkau sekali-kali bukanlah yang terkecil... karena dari padamu akan bangkit seorang pemimpin.� (Mat 2:6)

Ada lagi satu nubuat yang mengatakan bahwa Mesias akan datang dari Nazaret: �Dengan demikian genaplah firman yang disampaikan oleh para nabi, bahwa Ia akan disebut orang Nazaret.� (Mat 2:23)

II. Tahun-tahun Pertama. Kejadian yang sangat penting selama pemukiman singkat di Betlehem ialah kedatangan orang majus. Mereka datang menyembah Kanak-kanak Yesus dan menyerahkan persembahannya. Dengan demikian terpenuhi lagi satu nubuat. (Yes 72:10). Sedangkan kejadian yang menyedihkan, ialah pembunuhan anak-anak Betlehem, merupakan terpenuhinya nubuat nabi Yeremia. (Yer 31:15)

III. Perintis. Nabi Maleakhi bernubuat bahwa seorang perintis akan mendahului kedatangan Mesias. (Mal 3:1). Tentang perintis ini, Yesaya berkata; �Ada suara yang berseru-seru: Persiapkanlah di padang gurun jalan untuk TUHAN, luruskanlah di padang belantara jalan raya bagi Allah kita! Setiap lembah harus ditutup, dan setiap gunung dan bukit diratakan; tanah yang berbukit-bukit harus menjadi tanah yang rata, dan tanah yang berlekuk-lekuk menjadi dataran; maka kemuliaan TUHAN akan dinyatakan dan seluruh umat manusia akan melihatnya bersama-sama; sungguh, TUHAN sendiri telah mengatakannya.� (Yes 40:3-5)

Hal ini sudah dipenuhi dalam diri Yohanes Pembaptis. Ia mempergunakan kata-kata itu dengan jelas. Ia tidak minta penghormatan Mesias bagi dirinya. �Aku bukan Mesias� (Yoh 1:20), tetapi suara orang yang berseru-seru di padang gurun seperti yang dinubuatkan oleh Nabi Yesaya.

Yesus sendiri memberi kesaksian, bahwa apa yang dinubuatkan oleh nabi Maleakhi telah terpenuhi dalam Yohanes. � ... tentang dia ada tertulis: Lihatlah, Aku menyuruh utusan-Ku mendahului Engkau, ia akan mempersiapkan jalan-Mu di hadapan-Mu.� (Mat 11:10)

IV. Raja. Ada nubuat yang mengatakan bahwa Mesias adalah raja, imam dan nabi. Kristus telah menampilkan diri sebagai raja. Di depan hakim ia mengaku bahwa Ia raja. �Engkau mengatakan, bahwa Aku adalah raja.� (Yoh 18:36). Masyarakat memandang Dia sebagai raja: �Engkaulah raja orang Israel.� (Yoh 1:49), dan musuh-musuh-Nya mempergunakan kata yang sama untuk mengolok-olok Dia, ketika Ia bergantung lemah tidak berdaya di kayu salib. "Orang lain Ia selamatkan, tetapi diri-Nya sendiri tidak dapat Ia selamatkan! Ia Raja Israel? Baiklah Ia turun dari salib itu dan kami akan percaya kepada-Nya.� (Mat 27:42)

V. Imam. Kristus tampil sebagai imam. Pada saat Kristus menyerahkan nyawa-Nya di kayu salib, tabir Bait Suci terbelah dua dari atas sampai ke bawah. Kita mempunyai Imam Besar Agung yaitu Yesus. (Ibr 4:14). Ia adalah pengantara dari suatu perjanjian yang baru. (Ibr 9:15). Ia telah ditetapkan dengan sumpah oleh Dia yang berfirman kepada-Nya: "Tuhan telah bersumpah dan Ia tidak akan menyesal: Engkau adalah Imam untuk selama-lamanya." (Ibr 7:21)

Pikiran biasa tidak mampu melihat nubuat itu terpenuhi di dalam Kristus. Hanya kepercayaan dapat melihat kematian Kristus di kayu salib sebagai pengorbanan seorang Imam Agung. Ia sendiri telah mengatakan sebelumnya, bahwa Ia datang untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang. (Mat 20:28). Dan karena pengorbanan yang Ia persembahkan untuk menghapus dosa. (Ibr 9:26). Ia adalah Imam Agung, Imam Mahasempurna, oleh karena Ia mempersembahkan diri-Nya sendiri kepada Allah sebagai persembahan yang tidak bercacat. (Ibr 9:14). Dan karena oleh satu korban saja, Ia telah menyempurnakan untuk selama-lamanya mereka yang Ia kuduskan.( Ibr 10:14)

VI. Nabi. Mesias ditampilkan sebagai nabi. Ia nabi bukan hanya karena nubuat yang Ia lakukan, tetapi terutama karena Ia datang atas nama Tuhan untuk menyampaikan suatu berita kepada manusia. Aku datang dalam nama Bapa-Ku (Yoh 5:43) dan apa yang Kudengar dari pada-Nya itulah yang Kukatakan kepada dunia (Yoh 8:26). Karena itu Ia mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa dan tidak seperti ahli taurat. (Mrk 1:22). Melalui karya-Nya, ialah mujizat-Nya, Ia mengundang para pendengar agar percaya kepada pewartaan-Nya.

VII. Hamba Allah. Mesias digambarkan sebagai raja dengan kekuasaan rohani dan agama. Ia ditampilkan sebagai imam yang dengan sukarela dan tabah mengorbankan diri dan menyerahkan diri kepada keganasan musuh-musuh-Nya demi kebahagiaan umat-Nya. Ia juga ditampilkan sebagai nabi ideal, sebagai seorang Musa yang lain, yang dengan setia dan tanpa ragu-ragu, tetapi juga dengan rendah hati dan lemah lembut menjalankan perutusan-Nya dan dengan sekuat tenaga membela orang-orang-Nya. Ia adalah pewarta kebahagiaan ilahi. �Roh Tuhan Allah ada pada-Ku, oleh karena Tuhan telah mengurapi Aku; Ia telah mengutus Aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang sengsara, dan merawat orang yang remuk hati, untuk memberitakan kebebasan kepada orang tawanan dan kepada orang yang terkurung kelepasan dari penjara, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan.� (Yes 61:1-2). Itulah gambaran mengenai Yesus. Dan sebagai kelanjutannya dikatakan di dalam Injil; �Ia menutup kitab itu, memberikannya kembali kepada pejabat, lalu duduk; dan mata semua orang dalam rumah ibadat itu tertuju kepada-Nya. Lalu Ia mulai mengajar mereka dengan berkata: �Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya.� Dan semua orang membenarkan Dia dan mereka heran akan kata-kata yang indah yang diucapkan-Nya.� (Luk 4:20-22)

VIII. Penghinaan. Gambaran mengenai Mesias tidak hanya menunjukkan segi-segi cerah. Ada juga nubuat yang membicarakan tentang perlawanan, pertentangan, penolakan, yang berakhir dengan kesengsaraan dan kematian Kristus. Meskipun Yesus mengadakan begitu banyak mujizat di depan mata mereka, namun mereka tidak percaya kepada-Nya, supaya genaplah firman yang disampaikan oleh nabi Yesaya: "Tuhan, siapakah yang percaya kepada pemberitaan kami? Dan kepada siapakah tangan kekuasaan Tuhan dinyatakan?" Karena itu mereka tidak dapat percaya, sebab Yesaya telah berkata juga: "Ia telah membutakan mata dan mendegilkan hati mereka, supaya mereka jangan melihat dengan mata, dan menanggap dengan hati, lalu berbalik, sehingga Aku menyembuhkan mereka." Hal ini dikatakan oleh Yesaya, karena ia telah melihat kemuliaan-Nya dan telah berkata-kata tentang Dia. (Yoh 12:37-41)

Perjanjian Baru melihat Kristus sebagai batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan, tetapi yang telah menjadi batu penjuru (Mat 21:42) dan barangsiapa jatuh ke atas batu itu, ia akan hancur dan barangsiapa ditimpa batu itu, ia akan remuk (Mat 21:44).

IX. Hari-hari terakhir. Beberapa peristiwa penting menjelang akhir kehidupan-Nya menunjukkan lagi bahwa nubuat-nubuat telah terpenuhi semuanya. Yesus mengendarai seekor keledai dielu-elukan di Yerusalem (Mat 21:5). Pengkhianatan dan tigapuluh keping perak, serta kematian diterima dengan tanpa keluhan: Sebagai seekor domba Ia dibawa ke pembantaian (Kis 8:32). Penyesahan harus diderita-Nya; Ia adalah ulat dan bukan manusia (Mzm 22:7). Ia diperlakukan sebagai penjahat. Ia dihina, pakaian-Nya dibagi dan jubah-Nya diundi, kehausan-Nya dipuaskan dengan cuka, lambung-Nya ditikam, dan pengkhianat-Nya mati.

X. Kemuliaan. Kebangkitan Kristus telah dinubuatkan juga. Pada hari Pentakosta, Santo Petrus mengenakan Mazmur 16 kepada Kristus: � ... tubuhku akan diam dengan tenteram, sebab Engkau tidak menyerahkan aku kepada dunia orang mati, dan tidak membiarkan Orang Kudus-Mu melihat kebinasaan.� (Kis 2:26-27). Juga kenaikan Kristus telah dinubuatkan dalam Kitab Mazmur: �Tuhan telah berfirman kepada Tuanku: Duduklah di sebelah kanan-Ku, sampai Kubuat musuh-musuh-Mu menjadi tumpuan kaki-Mu.� (Kis 2:34-35)

Sesudah itu tersebarlah Kerajaan Kristus ke seluruh dunia. Juga ini telah tercantum di dalam nubuat-nubuat, di mana sering dibicarakan tentang kerajaan universil dari Orang yang diurapi Allah. Kerajaan-Nya adalah kerajaan rahmat. Kerajaan itu tidak terbatas pada Israel. �Terlalu sedikit bagimu hanya untuk menjadi hamba-Ku, untuk menegakkan suku-suku Yakub dan untuk mengembalikan orang-orang Israel yang masih terpelihara. Tetapi Aku akan membuat engkau menjadi terang bagi bangsa-bangsa supaya keselamatan yang dari pada-Ku sampai ke ujung bumi.� (Yes 49:6). Semuanya itu telah dipenuhi di dalam Kristus dan di dalam semua orang yang terhimpun di dalam Gereja. Santo Paulus melihat permulaan dari pemenuhan nubuat yang mengatakan: �Pujilah Allah, hai orang-orang yang bukan Yahudi, pujilah dia, hai semua bangsa.� (Rom 15:11)

XI. Kesimpulan. Yesus Kristus adalah Penebus yang terjanji. Karena di dalam Dia telah terpenuhi segala sesuatu yang telah dinubuatkan. Tidak ada seorang lain, baik sebelum maupun sesudah Dia dapat mengatakan ini tentang dirinya. Kristus sendiri berkata: �Sebab jikalau kamu percaya kepada Musa, tentu kamu akan percaya juga kepada-Ku, sebab ia telah menulis tentang Aku.� (Yoh 5:46)

Sumber: Aku Percaya hlm. 31-35 karya Pater Herman Embruiru, SVD.
pax et bonum

Tuesday, January 24, 2012

St. Valentinus dan Hari Valentine



Tentang St. Valentinus

Dalam berbagai martirologi kuno, ada dua orang Santo bernama Valentinus yang pestanya sama-sama dirayakan pada tanggal 14 Februari. St. Valentinus yang pertama adalah St. Valentinus dari Roma, imam dan dokter. St. Valentinus yang kedua adalah St. Valentinus, Uskup Terni. 

St. Valentinus dari Roma
St. Valentinus yang pertama adalah seorang Imam Katolik dan dokter di Roma. Ia bersama seorang awam berkeluarga bernama St. Marius menolak dekrit Kaisar Klaudius II yang melarang pernikahan di Romawi selama peperangan. Mereka pun diam-diam menikahkan banyak pasangan. Mereka kemudian ditangkap dan dipenjarakan. Selama di penjara, mereka menguatkan para tahanan lain. Mereka selanjutnya dijatuhi hukuman mati dengan disiksa, dipentungi hingga akhirnya dipenggal pada tanggal 24 Februari 269 di Via Flaminia. Paus St. Julius I dilaporkan membangun sebuah gereja dekat Ponte Mole untuk mengenang St. Valentinus dari Roma. Relikui terbesar St. Valentinus dari Roma saat ini berada di Gereja Santo Praxedes di dekat Basilika St. Maria Mayor di Roma. Relikui lainnya berada di Shrine of St. Valentine di Irlandia. 
http://saints.sqpn.com/wp-content/gallery/saint-valentine-of-terni/saint-valentine-of-terni-01.jpg
St. Valentinus dari Terni
St. Valentinus yang kedua adalah Uskup kota Terni yang terletak sekitar 60 mil dari Roma. Ia ditahbiskan menjadi Uskup Terni oleh Paus St. Viktor I sekitar tahun 197 M. Atas perintah Prefek Plasidus, ia juga ditangkap, didera, dan dipenggal kepalanya, dalam masa penganiayaan Kaisar Claudius II. Di Terni sendiri, terdapat sebuah Basilika bernama Basilika St. Valentinus untuk mengenang St. Valentinus, Uskup Terni.

Paus Gelasius I (496 M) adalah orang pertama yang menetapkan Pesta St. Valentinus pada tanggal 14 Februari walau tidak terlalu jelas siapa St. Valentinus yang dimaksudkan oleh Paus Gelasius I. Pandangan umum menyatakan bahwa St. Valentinus dari Roma dan St. Valentinus dari Terni adalah orang yang sama. Hal ini karena keduanya hidup pada era yang bersamaan, pada masa pemerintahan Kaisar Klaudius II dan mengalami kemartiran di tempat yang sama, Via Flaminia. Cara mereka dimartir juga sama yaitu dipenjara dan disiksa lalu dipenggal. Kemudian, St. Valentinus dari Roma tampaknya bukan hanya sekadar Imam, melainkan sudah ditahbiskan menjadi Uskup. Hal ini karena adanya sejumlah penggambaran tradisional St. Valentinus dari Roma sebagai seorang Uskup yang sedang menikahkan sebuah pasangan pria-wanita. Jarak Terni dan Roma yang dekat juga menunjukkan bahwa sangat mungkin St. Valentinus dari Roma ditahbiskan menjadi Uskup Terni. Tampaknya satu martir bernama St. Valentinus, dikisahkan dalam dua versi baik versi Roma maupun versi Terni.

http://saints.sqpn.com/saintv06.jpg
St. Valentinus dari Roma sedang menikahkan sebuah pasangan muda-mudi
Pesta St. Valentinus menjadi populer dan berbagai gereja dibangun untuk didedikasikan kepadanya. Tetapi pada tahun 1969, Gereja Katolik mengeluarkan tanggal pestanya dari Kalender Gereja Universal sebagai usaha untuk mengeluarkan pesta-pesta Santo-santa yang riwayatnya kurang jelas atau hanya memiliki sedikit informasi yang diketahui. Hal ini tidak berarti St. Valentinus bukan lagi seorang Santo. Santo Valentinus adalah seorang Santo yang benar-benar ada hanya saja kisahnya kurang jelas dan cenderung terpengaruh oleh legenda-legenda. Video ini berisi penjelasan mengenai Katakombe St. Valentinus yang menegaskan bahwa St. Valentinus adalah tokoh yang historis bukan fiktif. Tetapi, sejumlah Keuskupan atau Paroki Katolik masih merayakan Pesta St. Valentinus secara liturgis pada tanggal 14 Februari seperti yang dilakukan di Balzan, Malta, Katedral St. Yosef Pontianak, Basilika St. Valentinus dan lain-lain. Di samping St. Valentinus, sejumlah santo-santa terkenal juga dirayakan pada tanggal 14 Februari seperti St. Sirillus dan St. Metodius (Keduanya Rasul Bangsa Slavia) serta St. Dionisius dari Alexandria.

St. Valentinus dan Hari Valentine

Sejumlah orang mengatakan bahwa tidak ada hubungannya antara St. Valentinus dengan Hari Valentine kecuali fakta bahwa St. Valentinus yang hidup pada abad ke-3 menjadi martir pada tanggal 14 Februari. Bagaimana pun juga, tampaknya ada sesuatu yang lebih dari sekadar tanggal kemartiran St. Valentinus. Kita dapat mengatakan bahwa kemartiran St. Valentinus adalah suatu bentuk cinta. Dalam cinta manusia memberikan dirinya seutuhnya. Sama seperti dalam kemartiran, manusia juga memberikan dirinya seutuhnya.

Pada tanggal 14 Februari di Romawi kuno, ada sebuah kebiasaan di mana para laki-laki menarik undian dari sebuah wadah besar yang berisi nama para perempuan yang akan menjadi partner mereka dalam berbagai bentuk perayaan pada tanggal tersebut. Misalnya, laki-laki bernama Aries menarik undi nama perempuan Gemini, maka Aries dan Gemini akan menjadi partner dalam seluruh festival untuk menghormati dewi cinta Romawi yang bernama Februata Juno. Kebiasaan ini merupakan kencan buta skala besar dan menunjukkan tidak bermoralnya kebanyakan orang-orang Romawi pada masa itu. Imam-imam Katolik pada masa itu mengutuk dan menolak kebiasaan itu sebagai kebiasaan yang membawa manusia pada dosa besar. Mereka mencoba mengkristenkan kebiasaan tersebut. Para imam mencoba untuk mengajarkan pandangan Kristen mengenai kencan dan pernikahan yang bersih dan sehat. Salah satu Imam Katolik yang terlibat dalam hal ini adalah St. Valentinus.

Pada masa itu pula, Romawi sedang terlibat dalam banyak peperangan, yang menarik begitu banyak pria-pria Romawi ke dalam medan pertempuran. Banyak dari pria-pria ini tidak mau meninggalkan keluarga mereka. Pria-pria yang bertunangan banyak yang menolak meninggalkan tunangan mereka. Hal ini membuat Kekaisaran Romawi sulit untuk merekrut tentara.

Mendengar hal ini, Kaisar Klaudius mendekritkan keputusan bahwa tidak boleh ada lagi upacara pernikahan selama peperangan. Tidak hanya itu, mereka yang bertunangan juga harus memutuskan ikatan pertunangan mereka. St. Valentinus merasa kasihan dengan orang-orang muda itu. Dia secara khusus merasa sedih bahwa dekrit kaisar ini akan membawa kemerosotan moral di antara banyak orang muda ini. Bila mereka tidak dapat menikah secara resmi, mereka akan hidup layaknya suami istri dengan pasangan mereka tanpa adanya pernikahan, tanpa adanya janji suci bahwa mereka akan menjadi satu sama lainnya. Suatu hari, St. Valentinus dengan diam-diam menyatukan sebuah pasangan dalam pernikahan kudus karena pasangan tersebut menginginkannya. Pasangan-pasangan yang lain mendengar dan meminta St. Valentinus menikahkan mereka. Orang-orang muda hendak melakukan sesuatu yang benar; mereka hendak memiliki berkat dari Allah yang Mahakuasa untuk persatuan mereka dalam pernikahan. Mereka menghendaki masuk dalam sebuah ikatan yang agung yang menyatukan mereka dengan pasangan mereka. Segera terjadi banyak pernikahan di Roma seolah-olah dekrit kaisar di atas tidak pernah dikeluarkan.

Hal ini diketahui otoritas romawi. St. Valentinus lalu dijatuhi hukuman mati. Ia dipenjara, dipukul beramai-ramai, kemudian dilempari batu lalu dipenggal di Via Flaminian. Dia menjadi martir pada tanggal 14 Februari tahun 269.

Hari Valentine sekarang ini memang menjadi hari yang dirayakan secara universal. Tetapi, Hari Valentine yang awal mulanya merupakan perayaan religius Katolik, kini telah dinodai dengan berbagai tindakan cemar seperti free-sex, pesta-sex, dan lain-lain. Bukan Hari Valentine ini yang harus kita salahkan. Akan tetapi, nafsu kedagingan yang harus kita hilangkan. Nafsu kedagingan mencederai kasih yang merupakan anugerah dari Allah. Hendaknya kita meneladani St. Valentinus yang mendorong para orang muda di Roma untuk saling memberi cinta kasih secara murni tanpa tercemar nafsu kedagingan. Hendaknya kita pula meneladani St. Valentinus yang memberikan cintanya yang besar kepada Allah sebab Allah telah lebih dahulu mencintai kita.

Sebuah hal yang perlu diperhatikan juga adalah mengasihi dan memberikan cinta jangan hanya di momen Hari Valentine, tetapi lakukanlah setiap hari kepada Allah dan sesama.

Referensi:
4. Newsletter of Pope John Paul II Society of Evangelists, February 2007

pax et bonum

Sunday, January 22, 2012

Cara Penerimaan Komuni di Tangan yang Keliru


Uskup Athanasius Schneider dari Karaganda (Kazakhstan)
Dari Uskup Athanasius Schneider tentang cara penerimaan Komuni di tangan yang keliru: 

"... Sekarang ini kita melihat Hosti diletakkan di telapak tangan kiri dan ini merupakan kengerian Bapa Gereja Kuno. Bagaimana mungkin Yang Terkudus itu bisa ditaruh di tangan kiri? Seharusnya kita menerima Komuni Kudus dengan tangan kanan, kemudian kita membungkukkan kepala yang dalam untuk memakan dengan mulut Sakramen Mahakudus yang sudah diletakkan di telapak tangan kita. Sebelum menyambut Komuni, kita harus membersihkan tangan kita terlebih dahulu karena kita menyentuh begitu banyak benda kotor, termasuk uang yang kotor. Sungguh merupakan suatu kontradiksi bila dengan tangan yang kotor itu kita kemudian pergi menerima Sakramen Mahakudus." Tabloid SABDA No.123/ Thn XIV/2011

Biasanya kita menerima Hosti di tangan kiri di atas lalu dengan jari tangan kanan diambil lalu dimasukkan ke mulut. Nah, ini kurang tepat. Hendaknya kita menerima Hosti dengan tangan kanan di atas lalu kita membungkuk dan mengambil Hosti di tangan kanan itu langsung dengan mulut tanpa harus disentuh jari tangan.


http://www.catholicherald.co.uk/wp-content/themes/cherald/cache/65f2184a2c5ca747327bc7a3420c00d9.jpg
Posisi tangan kanan di atas tangan kiri


pax et bonum

Anak-anak dan Ekaristi: Suatu Kerinduan Belaka atau Suatu Tantangan bagi Orang Tua?


Oleh: Ling-ling (Ibu Rumah Tangga berdomisili di Bandung)

Membawa anak-anak untuk mengikuti Misa Ekaristi di hari Minggu sungguh merupakan satu kerinduan yang besar bagi kebanyakan orang tua, tetapi sekaligus membutuhkan perhatian yang tak kenal lelah, tak kenal malu, dan tenaga ekstra karena tidak semua anak-anak bisa duduk manis dan diam selama Misa berlangsung.

Kebanyakan Misa memang dikhususkan bagi orang dewasa atau yang kita kenal dengan istilah Misa untuk umum. Anak-anak yang hadir dalam Misa untuk umum itu kadang kala dianggap sebagai gangguan. Banyak umat yang merasa terusik dengan kehadiran anak-anak kecil di tengah berlangsungnya Ekaristi. Anak-anak kecil yang mondar-mandir berlarian di dalam Gereja, menimbulkan bunyi-bunyian atau rengekan meminta mainan, makanan, minuman, dan lain-lain. 

Keberadaan mereka itu dirasa merecoki perayaan yang tengah berlangsung. Pandangan umat yang merasa terganggu kadang sudah cukup membuat para orang tua tersebut, berjingkat, dan segera mengangkat anaknya keluar dari dalam gereja dan membiarkan mereka bermain di halaman gereja atau mungkin meninggalkan anak-anak mereka di Sekolah Minggu selama Misa berlangsung. Atau cara lainnya membawa aneka permainan dan gambar sehingga anak-anak tersebut bisa disibukkan selama Misa berlangsung atau yang paling mudah dan tidak merepotkan yaitu meninggalkan anak-anak tersebut di rumah saja.

Kenyataan tersebut di atas menimbulkan pergumulan tersendiri di hati para orang tua. Di satu sisi, mereka merindukan anak-anak terbiasa berada di �rumah� Tuhannya, mengenal liturgi dan tentu saja dengan harapan nantinya si anak menghayati dan mencintai makna misteri Ekaristi tersebut. Akan tetapi, di sisi lain, harus menerima kenyataan bahwa kehadiran anak-anak memang mengusik keheningan yang seharusnya tercipta pada saat umat berusaha berdoa dan mengikuti Misa yang sedang berlangsung.

Lalu bagaimana agar anak-anak itu bisa menghayati dan mencintai Liturgi? Bagaimana mereka bisa tumbuh dalam persatuan dengan Kristus dan dengan saudara-saudara seiman, di mana tanda dan jaminan persatuan itu adalah keikutsertaan dalam Perjamuan Ekaristi, jikalau mereka tidak mendapat kesempatan untuk mengambil bagian di dalamnya?

Jawaban dari pertanyaan di atas membutuhkan kerjasama berbagai pihak, baik dari pihak gereja; paroki sebagai tempat terselenggaranya Misa anak-anak, dari pembina Sekolah Minggu dan yang paling utama dan memegang peranan penting adalah keluarga.

Peran Keluarga

Keluargalah yang memainkan peranan pertama dan terpenting dalam usaha menanamkan nilai-nilai manusiawi dan Kristen itu dalam hati anak-anak mulai sejak dini. Maka sangat perlu bahwa pendidikan Kristen yang diberikan oleh orang tua dan anggota lain dalam keluarga dibantu serta diarahkan kepada pembinaan liturgi.

Ketika anak-anak dibaptis, orang tua dengan bebas menerima tanggungjawab untuk mengajar anaknya setiap hari dan wajib pula membimbing mereka agar dapat berdoa sendiri. Selain itu, orang tua harus mengupayakan agar anak-anak berkembang sesuai dengan taraf pertumbuhannya, bukan hanya dalam menghayati hal-hal ilahi pada umumnya, melainkan juga dalam mengalami nilai-nilai manusiawi yang terdapat dalam perayaan Ekaristi.

Yang dimaksudkan dengan nilai-nilai manusiawi itu misalnya kebersamaan, memberikan salam, kemampuan untuk menyimak, kemampuan untuk minta ampun, dan mengampuni, mengungkapkan rasa terimakasih, penghayatan lambang-lambang, jamuan persahabatan, perayaan dan lain sebagainya. (PMBA 9)

Inilah tugas katekese Ekaristi, yaitu memperkenalkan nilai-nilai manusiawi tersebut kepada anak-anak, sehingga tahap demi tahap jiwa mereka terbuka untuk menangkap nilai-nilai Kristen dan untuk merayakan misteri Kristus sesuai dengan umur dan keadaan psikologis maupun sosial.

Tentu saja selain orang tua, katekese Ekaristi ini dapat diperdalam melalui pelajaran agama di sekolah, di Bina Iman Sekolah Minggu, dan juga menjelang persiapan komuni pertama (PMBA 12). Di situlah orang-orang tertentu yang cakap dan terlatih dalam pendidikan religius anak berperan besar (katekis, guru agama, wali baptis, pastor dsb).

Kalau anak-anak dari kecil dipersiapkan demikian, dan selalu diajak menghadiri Misa bersama dengan keluarga, maka mereka akan lebih mudah ikut bernyanyi dan berdoa bersama dengan umat bahkan sedikit banyak menghayati makna misteri Ekaristi.

Catatan Praktis untuk Orang Tua

Kehadiran anak dalam Misa untuk orang dewasa seperti dikatakan di atas, sering mengganggu umat yang lain. Tetapi, wahai para orang tua, janganlah itu sampai memupuskan kerinduan kita agar anak-anak tersebut mengenal Liturgi Ekaristi tersebut.

Ingatlah selalu di tangan orang tua-lah, anak-anak tersebut mengenal dan mencintai Allah. Jadi janganlah lelah dan putus asa mengusahakan sesuatu yang maksimal untuk pertumbuhan kerohanian anak-anak kita.

Beberapa saran berikut diharapkan bisa membantu para orang tua membawa kehidupan Kristus dan Gereja-Nya menjadi bagian dari kehidupan anak-anak.

*. Kehidupan doa pribadi anak dimulai dari orang tua. Keluarga yang tidak berdoa membuat anak-anaknya tidak memiliki budaya doa, budaya cinta, dan takut akan Tuhan. Maka ketika dibawa ke gereja, anak-anak mengamuk, anak-anak tidak mampu bertahan dalam suasana doa. Sebaliknya keluarga yang memiliki kebiasaan doa tidak banyak menemukan kesulitan dalam membesarkan anak-anaknya dalam kedekatan akan Tuhan, dalam doa dan ekaristi. Ada kalimat bagus yang bisa menjadi pemacu semangat untuk orang tua dalam memiliki hidup doa. �Bahwa sungguh, hai orang tua, di matamu, di tangan terkatupmu, di doamu, di bibirmu, anak-anakmu mengenal Allah, anak-anakmu mencintai doa.� Sungguh indah, bukan?

*. Mengusahakan minimal satu bulan satu kali mencari paroki yang mengadakan Misa untuk anak-anak. Dengan demikian, anak-anak dapat mengikuti Misa Kudus dari awal hingga berkat penutup bersama teman-teman sebayanya. Sedangkan di minggu-minggu lain, bisa bergabung dengan paroki yang memperbolehkan anak-anak tersebut mengikuti Misa umum dari awal dan keluar saat homili untuk bergabung dengan Sekolah Minggu dan masuk kembali untuk mendapatkan berkat. [Tambahan dari Indonesian Papist: Di Paroki saya di Bandung, Paroki St. Melania, anak-anak Sekolah Minggu masuk kembali ke Gereja saat penerimaan Komuni. Mereka kemudian mengantri menerima berkat dari imam setelah antrian penerimaan Komuni selesai.]

*. Umumnya, Anak-anak menyukai rutinitas dan persiapan. Segala yang mendadak membuat mereka tidak nyaman. Maka sejak Sabtu sore, mulailah mengingatkan anak-anak bahwa kita semua akan beribadah besok, merayakan hari Tuhan bersama-sama. Kita akan berdoa, akan menyalakan lilin di gereja. �Ayo, apa intensi atau ujud doamu besok? Pakaian mana yang hendak kamu kenakan?�. Dengan demikian mereka merindukan dan mempersiapkan diri secara rohani dan jasmani untuk Misa besok.

*. Datang lebih awal Misalnya 15 menit sebelum Misa Kudus dapat menghindari keributan dan gangguan pada ibadah yang berjalan.

*. Pastikan sebelum Misa Kudus dimulai, mereka telah diberi uang untuk kolekte.

*.  Sebelum ke gereja, ajaklah anak-anak pergi ke WC, atau minum secukupnya.

*. Miliki selalu lembaran lagu atau teks bacaan bahkan Kitab Suci dan buku lagu untuk digunakan bersama anak jika mereka telah dapat membaca.

*. Ajarkan mereka memegang buku doa atau lagu dengan baik dan benar.

*. Jika usia sudah mencukupi, anjurkanlah mereka untuk menjadi misdinar, atau mengambil peran dalam Misa Kudus. Biasakanlah anak-anak kita tumbuh dekat dengan altar Tuhan.

*. Melatih anak-anak menghafal dialog-dialog dalam Misa agar mereka terlibat mengikuti perayaan dengan baik.

*. Perhatikan dengan seksama apakah mereka bisa membuat simbol-simbol dan gerakan liturgis dengan baik, berlutut dengan benar, membuat tanda salib, dan lain-lain.

*. Sesudah Perayaan Ekaristi, tanyakanlah kepada anak-anak apa yang mereka sukai atau kurang sukai selama Misa tadi. Dengan pertanyaan-pertanyaan itu, mereka terbantu mengenal Perayaan Misa.

*. Sebelum Misa, ingatkan ujud pribadi, keluarga dan apa yang didoakan saat menerima Yesus.

*. Seringkali saat ibadah, mereka bertanya tentang sesuatu hal. Jangan bentak dan suruh diam. Usahakan jawab singkat atau dengan lembut katakanlah nanti sesudah Misa diterangkan secara panjang lebar. Dan tentu, jangan lupa memenuhi janji kita tersebut.

Tetaplah Berharap

Marilah para orang tua, kita tetap memiliki harapan yang besar untuk anak-anak kita. Benar memang, mungkin pada saat kita mencoba mempraktekkannya, tidak akan semudah seperti apa yang tertulis di atas. Kita akan jatuh bangun. Semua butuh waktu dan proses. Mungkin anak-anak kita akan tetap berteriak atau tak bertahan lama tinggal di dalam gereja, tetapi kembali lagi kepada kerinduan yang ada di lubuk hati terdalam dari setiap orang tua untuk pertumbuhan kerohanian anak-anaknya. Tiada anak yang serupa sama, tiap anak adalah unik adanya dengan karakter yang berbeda. Jadi, wahai para orang tua, janganlah jemu dan lelah untuk terus mencoba dengan berbagai pendekatan, nasihat dan tentu saja tak lupa segudang kasih sayang dan doa tiada henti!


Sumber Inspirasi: Rm. Terry TH Ponomban, Pr
Pedoman Misa Bersama Anak-Anak (PMBA atau Directorium de Missis cum Pueris, Roma, 1 November 1973)
Artikel ini dipublikasikan di Buletin Fraternite No. 10, April 2010.

Pax et Bonum

Recent Post