Latest News

Thursday, July 26, 2012

Doa Sesudah Misa Kudus oleh St. Thomas Aquinas


Tuhan, Bapa yang mahakuasa dan Allah yang kekal,
aku bersyukur kepada-Mu,
karena sekalipun aku adalah seorang pendosa, hamba-Mu yang tak berguna,
bukan karena kelayakanku, melainkan dalam kerahiman-Mu,
Engkau telah memberi aku makan dengan Tubuh dan Darah yang berharga dari PuteraMu, Tuhan kami Yesus Kristus.


Aku berdoa,
kiranya Komuni Kudus ini
tidak membawakan penghukuman dan kebinasaan bagiku,
melainkan pengampunan dan keselamatan.

Kiranya Komuni Kudus ini
menjadi sebuah pelindung iman dan perisai kehendak baik.

Kiranya Komuni Kudus ini
memurnikanku dari perbuatan-perbuatan jahat
dan mengakhiri niat-niatku yang jahat.

Kiranya Komuni Kudus ini
membawakan bagiku kemurahan hati dan kesabaran,
kerendahan hati dan ketaatan,
serta kekuatan untuk bertumbuh dalam kebajikan.

Kiranya Komuni Kudus ini
menjadi pertahananku yang kuat melawan segala musuh
baik yang kelihatan maupun yang tak kelihatan,
dan menjadi penenang yang sempurna atas segala dorongan hatiku yang jahat
baik jasmani maupun rohani.

Kiranya Komuni Kudus ini
mempersatukanku lebih dekat dengan Engkau,
satu-satunya Allah yang benar,
dan membawaku dengan selamat melewati kematian
menuju kepada kebahagiaan abadi bersama-Mu.

Dan aku berdoa kiranya Engkau membimbingku, seorang pendosa,
ke perjamuan di mana Engkau bersama PutraMu dan Roh Kudus,
adalah terang yang sejati dan sempurna,
kegenapan penuh, sukacita abadi, kegembiraan tanpa akhir,
dan kebahagiaan sempurna bagi para kudus-Mu.

Kabulkanlah doaku ini dengan pengantaraan Kristus Tuhan kami.

Amin.

Sumber: Handbook of Prayers hlm. 212
Pax et bonum

Wednesday, July 25, 2012

Doa Sebelum Misa Kudus oleh St. Thomas Aquinas


Allah yang mahakuasa dan kekal,
Aku datang kepada Sakramen Putra Tunggal-Mu,
Tuhan kami Yesus Kristus.
Aku datang,
layaknya seorang pesakitan kepada dokter kehidupan,
layaknya seorang yang cemar kepada sumber kerahiman,
sebagai seorang yang buta kepada cahaya terang abadi,
sebagai seorang yang miskin dan membutuhkan kepada Tuhan pencipta langit dan bumi.


Tuhan, dalam kemurahan hati-Mu yang besar,
sudilah kiranya menyembuhkan penyakitku,
menahirkan kecemaranku,
mencelikkan kebutaanku,
memperkayaku dari kemiskinan
dan menyelubungi aku dari ketelanjangan.
Agar layaklah aku menerima Roti Para Malaikat,
Raja dari segala raja, Tuhan dari segala tuan,
dengan hormat dan kerendahan hati,
dengan kemurnian hati dan iman,
dengan pertobatan dan cinta kasih,
dan dengan tujuan demi membawaku kepada keselamatan.
Semoga aku layak menerima Sakramen Tubuh dan Darah Tuhan, dan juga realitas dan daya kuasanya.

Allah yang Maharahim,
Semoga aku layak menerima Tubuh Putra Tunggal-Mu,
Tuhan kami Yesus Kristus, yang lahir dari rahim Santa Perawan Maria; sehingga aku layak dimasukkan dalam Tubuh mistik-Nya,
dan terhitung di antara orang-orang kepunyaan-Nya.

Bapa yang Mahapengasih,
dalam perziarahan duniawiku ini, aku sekarang menerima Putera-Mu terkasih dalam selubung sebuah sakramen.
Semoga kelak suatu hari dalam kemuliaan aku dapat melihat dari muka ke muka Putera-Mu yang hidup dan berkuasa bersama dengan Engkau selama-lamanya. Amin

Diterjemahkan dari: Handbook of Prayers hlm. 34

Tuesday, July 24, 2012

Informasi Tentang Plagiarisasi Yang Terpaksa Dibuat (lagi) ^_^

Tampaknya serangan plagiarisasi dari seorang blogger terhadap Indonesian Papist masih berlanjut. Setelah berkali-kali ditegur dan dinasihati, ternyata blogger tersebut tidak berubah juga dari kebiasaannya selama ini (bahkan akun Facebook saya diblokir oleh dia). Blogger tersebut kini hadir dengan blog lama berjudul baru yaitu Katolisitas Indonesia(dulu bernama Indonesian Catholicism dan Indonesian Vice Christ). Lebih dari 50% artikel dalam blog ini berasal dari blog Indonesian Papist yang ia plagiarisasi dan klaim sebagai miliknya sendiri. Di samping itu, banyak pula artikel-artikel milik situs lain atau orang lain yang dia plagiat dan klaim sebagai miliknya


Dalam beberapa artikel, demi untuk menghindari kemiripan 100% dengan artikel Indonesian Papist, blogger tersebut mengganti kata atau menambah kalimatnya sendiri ke dalam artikel tersebut. Namun hal ini justru memberikan pemahaman yang sesat atau error kepada umat Katolik sendiri (bahkan dalam salah satu artikel, blogger tersebut menyebut Yesus Kristus sebagai Tuhan yang diciptakan Bapa. Ini adalah bidaah Arianisme). Tentang blog ini, saya dan rekan saya dari blog Lux Veritatis telah menuliskan artikel-artikel yang menunjukkan tindakan plagiarisasi bahkan hinaan dan kebohongan yang dilakukan oleh blogger Katolisitas Indonesia.

2. Apologi: Ketika Plagiator Indonesian Papist balik menuduh Indonesian Papist adalah Plagiator

Dan ini juga bukti kebohongan dan betapa kasarnya blogger tersebut: Album Hinaan Terhadap Indonesian Papist

Blogger tersebut ternyata juga membuat sebuah akun twitter yang memiliki nama yang hampir sama dengan akun twitter Indonesian Papist. Bila akun twitter Indonesian Papist bernama �indonesiapapist�, maka blogger plagiat ini membuat akun bernama �papistindonesia�. Mengenai hal ini saya memberikan klarifikasi bahwa akun �papistindonesia� tidak ada kaitannya dengan akun twitter �indonesiapapist� ataupun blog Indonesian Papist sendiri. Bila anda ingin memfollow Indonesian Papist via Twitter, silahkan follow akun indonesiapapist, bukan �papistindonesia�.

Sekian Informasi Yang Terpaksa Dibuat ini. Sekali lagi saya berusaha untuk charitable tapi tetap tegas. Jangan terperdaya atau terpengaruh oleh usianya yang masih muda dan kepolosannya. Bagaimana pun juga, tujuan tidak bisa membenarkan tindakan. Sekalipun tujuannya baik tapi caranya salah, ya tetap saja salah. Bila ada yang mau mencoba mengingatkannya lagi, ya silahkan ingatkan dia. Saya sudah meminta tolong pastor di parokinya untuk menasehati dia tapi ternyata dia tidak berubah juga sampai sekarang. Saya berharap ada yang bersedia melaporkan dan meminta kepada orangtuanya untuk menegur dan menasehati dia (saya tidak memiliki info apa-apa mengenai orangtuanya, entah itu nomor telepon atau alamatnya). 

Update: Indonesian Papist tidak lagi memakai nama indonesiapapist sebagai nama twitternya melainkan katolik_roma. Tetapi, untuk mencegah penyalahgunaan; dengan menggunakan alamat email lain, nama indonesiapapist saya amankan seandainya sewaktu-waktu bisa dipergunakan lagi.

Pax et Bonum.

Monday, July 23, 2012

Pengetahuan Tidaklah Cukup!



Pada 20 September 2000, Paus Yohanes Paulus II berbicara kepada 40.000 orang yang berkumpul untuk mendengar audiensi umumnya: �Melalui Roh Kudus, umat Kristen dibawa ke dalam hubungan pribadi dengan Allah.� Kardinal Joseph Ratzinger (sekarang Paus Benediktus XVI), berbicara kepada sekelompok guru agama dan katekis di Vatikan secara lebih eksplisit. Beliau berkata: �Katekese tidak hanya sebatas persoalan meneruskan pengetahuan melainkan persoalan bagaimana membawa orang-orang kepada hubungan dengan Yesus.�


Kristianitas lebih dari sekadar sebuah koleksi fakta-fakta. Allah pengasih yang menciptakan kita ingin menjalin hubungan dengan kita. Ketika ditanya apa hukum yang terutama, Yesus berkata: �Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu.�(Mat 22:37). Pikirkanlah mengenai ini! Apakah kamu sungguh-sungguh percaya bahwa kamu dapat mencintai siapapun begitu besar tanpa mengetahui dan mengenal mereka?

Pada 2 Korintus 11:2, Paulus menyebut Gereja sebagai �Mempelai Kristus�. Analogi pernikahan yang dinyatakan Paulus ini sangatlah bagus karena mengillustrasikan bentuk hubungan yang seharusnya eksis/ada antara Allah dengan kita. Kamu dapat membaca sebuah biografi seseorang dan mempelajari apapun yang ada dalam buku itu untuk mengenal orang tersebut, tetapi kamu tetap tidak memiliki relasi apapun dengan orang itu. Begitu pula, kamu dapat membaca dan memahami Kitab Suci tetapi tidak serta merta kamu memiliki relasi dengan Allah. Pernikahan yang sejati adalah sebuah Perjanjian (Covenant). Sebuah Perjanjian melibatkan pemberian diri sendiri kepada yang lain. Yesus memberikan diri-Nya secara total kepada kita di kayu salib. Kita membalas cinta itu dengan rendah hati menyerahkan hidup kita kepada-Nya.


Beberapa orang Katolik yang mengakui perlunya sebuah relasi pribadi dengan Allah merasa bahwa dogma dan doktrin Gereja sebagai penghalang bagi relasi tersebut. Mereka mengabaikan dan meremehkan intelektualitas dan pengetahuan ajaran iman. Pada akhirnya, mereka secara total dituntun dan dibimbing semata-mata oleh perasaan mereka saja. Jika mereka merasa sangat yakin akan sesuatu, mereka akan mengatributkan itu kepada dorongan Roh Kudus, mereka menganggap Roh Kudus-lah yang mendorong mereka untuk yakin pada sesuatu tersebut. Meskipun diakui bahwa Roh Kudus sungguh dapat mendorong dan membimbing kita secara pribadi, tetapi dogma dan doktrin Gereja-lah yang meneguhkan bahwa suatu dorongan dan bimbingan sungguh berasal dari Roh Kudus dan bukan berasal dari dia (iblis) yang hendak menipu dan memanipulasi kita. Paulus dengan tepat memperingati Titus untuk mengajarkan �apa yang sesuai dengan ajaran yang sehat.� (Tit 2:1). Ketika kita lebih mementingkan perasaan kita daripada dogma dan doktrin Gereja, kita akan berakhir pada (a)llah yang kita ciptakan sendiri, yaitu allah yang tunduk pada (subject to) apa yang kita yakini. Kita kehilangan Allah yang memberitahu kita apa yang harus kita imani. Pada akhirnya, kita hanya akan memiliki dua pilihan: Kita mengimani Allah atau kita menolak Allah, tetapi kita tidak akan pernah bisa memberitahu-Nya bagaimana caranya Ia menjadi Allah.

Dalam Mazmur 42:1, Daud mengekspresikan kebutuhannya akan Allah, �Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah.� Adalah sungguh alami bagi seseorang yang memiliki relasi pribadi dengan Allah untuk memiliki kerinduan yang begitu mendalam kepada Allah. Tetapi darimana kerinduan itu berasal? Paulus memberitahu kita jawabannya dalam Filipi 4:13 di mana ia berkata: �Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.� Segala kebaikan dapat kita lakukan tentu karena rahmat Allah yang bekerja dalam diri kita. Kita tidak melakukan segala kebaikan semata-mata karena kemampuan diri kita sendiri. Yesus sendiri berkata: Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.�(Yoh 15:5)

Rahmat Allah diberikan kepada siapapun yang memintanya: �Oleh karena itu Aku berkata kepadamu: Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan. Bapa manakah di antara kamu, jika anaknya minta ikan dari padanya, akan memberikan ular kepada anaknya itu ganti ikan? Atau, jika ia minta telur, akan memberikan kepadanya kalajengking? Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan Roh Kudus kepada mereka yang meminta kepada-Nya."

Sekarang, adalah sungguh benar bahwa kita menerima karunia dari Roh Kudus pada saat Pembaptisan. Tetapi, seperti sebuah kado hadiah (gift), karunia itu akan tidak berguna bila tetap berada dalam kotaknya. Banyak orang mengklaim memiliki iman sebagai karunia dari Allah, tetapi tampaknya iman itu hanya memiliki sedikit pengaruh atau bahkan tidak ada pengaruh sama sekali pada hidup mereka. Rahmat dari Allah membutuhkan sebuah tanggapan dari kita. Lalu, bagaimana cara kita menanggapi rahmat Allah? Kita dapat meminta Yesus hadir dalam hidup dengan sebuah doa komitmen sederhana seperti yang tertulis di bawah ini. Harap diperhatikan bahwa kata-kata berikut bukanlah mantra. Bila kita benar-benar menginginkan Allah, kita akan menemukan Dia. Dan ketika kita menemukan dia, kita akan tahu bahwa Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiran kita dalam Kristus Yesus (bdk Fil 4:7).

Yesus Yang Tersayang, terimakasih karena mengasihiku. Aku menyadari bahwa aku adalah seorang pendosa. Yesus, ampunilah aku atas segala kesalahan yang telah kuperbuat. Aku menyadari bahwa aku tidak dapat menghidupi hidupku tanpa diri-Mu. Hadirlah dalam hidupku dan bantulah aku untuk menjadi pribadi seturut yang Engkau kehendaki. Amin

Pax et bonum


Sunday, July 15, 2012

Tidak Mengerti Bahasa Latin?



Tidak mengerti bahasa Latin hanyalah alasan yang mengada-ada. Kata-kata yang digunakan tetap dan tidak berubah-ubah (baku). Lagipula semakin sering dirayakan tentu akan semakin hafal dan mengerti. Jadi jangan hanya sesekali. Kalau hanya sesekali, jelas tidak ada niat untuk belajar.

Selama 1600 tahun Misa ini dirayakan dan menyebar ke seluruh dunia tanpa kendala faktor bahasa karena memang Roh Kudus bekeja dalam diri umat beriman untuk memahaminya. Zaman dulu bahkan tidak ada media/internet untuk umat lebih cepat belajar, namun nyatanya umat Katolik dapat tersebar diseluruh dunia dengan Misa yang SATU (ritus dan bahasa).


Anak-anak muda tidak akan menjadi penonton dengan alasan tidak mengerti bahasanya, karena justru yang aktif menggalakkan pelaksanaan Misa Latin Tradisional adalah anak-anak muda. Yang menjadi penonton adalah orang-orang tua usia SEKITAR 30-50 tahun yang lahir setelah Konsili Vatikan II. Mereka tidak (mau) mengerti sama sekali tentang hal itu kecuali mereka mau dan telah belajar dari berbagai sumber seperti anak-anak muda Katolik sekarang.

Ini adalah salah satu pernyataan menarik dalam membela Misa Latin Tradisional (Misa Forma Ekstraordinaria). Pernyataan ini dapat ditemukan di salah satu foto yang ada di page Gereja Katolik.

Argumennya kuat. Umat Katolik sering menjadikan alasan �tidak mengerti bahasa Latin� sebagai alasan untuk tidak merayakan Misa Latin Tradisional. Sebenarnya yang kita lihat adalah ketidakmauan untuk belajar harta Gereja ini. Pembuat pernyataan membandingkan keadaan sekarang dengan keadaan sebelum adanya teknologi informasi seperti internet dll. Dari perbandingan ini kita bisa melihat bahwa tanpa adanya teknologi seperti sekarang, orang-orang pada masa dahulu bisa menerima dan menghadiri Misa Tridentinum ini, termasuk di Indonesia. Khusus untuk Indonesia, kita mungkin bisa meragukan apakah umat Katolik dulu mengerti artinya atau tidak. Tetapi ketidakmengertian ini bukan karena mereka tidak mau mengerti atau malas belajar, tetapi karena keterbatasan akses serta peraturan-peraturan penjajah masa itu yang menghalangi mereka untuk mempelajarinya.

Di masa sekarang, setelah teknologi begitu berkembang pesat, kita memiliki akses yang lebih luas untuk mempelajari bahasa Latin dan untuk mempelajari Misa Latin Tradisional itu sendiri. Beberapa kali saya menghadiri Perayaan Misa Latin Tradisional, setiap teks Misa yang diberikan kepada saya selalu berisi terjemahan dalam bahasa Indonesia atas teks-teks bahasa Latin yang ada dalam teks Misa tersebut. Dari sini, saya bisa mengetahui apa arti dari teks-teks Latin tersebut dan saya bisa mengerti apa maksud darinya. Dari teks ini juga saya bisa belajar bahasa Latin sedikit demi sedikit.

Panitia Penyelenggara Misa ini tidak seperti diktator yang menuntut kita harus sudah paham dulu bahasa Latin baru bisa menghadiri Misa Latin Tradisional. Tidak demikian adanya. Panitia Penyelenggara berusaha memfasilitasi agar mereka yang masih belum mengerti bahasa Latin untuk tetap dapat mengenal, menghadiri dan merasakan Perayaan Misa Latin Tradisional ini. So, alasan �tidak mengerti bahasa Latin� sekarang bukan lagi alasan yang kuat. Mengulangi pepatah klasik, "Di mana ada niat, di situ ada jalan." Yuuuk, kita belajar bahasa Latin.

Pax et bonum

Saturday, July 14, 2012

Bulu Mata di Padang Gurun - Suatu Ziarah untuk Menemukan Kemanusiaan Yesus




Suatu tengah malam pada waktu retret, saya masuk ke kapel. Ketika saya mencari tombol untuk menyalakan lampu di bagian belakang ruangan, secara tidak sengaja saya melihat salib yang besar tergantung di dinding. Karena alasan yang aneh saya berjalan mendekati salib dan memandang wajah Kristus secara langsung. Saya tidak tahu pasti apa yang saya harapkan, tetapi saya terkejut oleh apa yang saya temukan. Mata patung Kristus mempunyai bulu mata yang terbuat dari rambut manusia. Tatapan ke wajah Kristus pada malam itu sangat mengesankan � tidak ada yang lebih mengesankan saya, yaitu kemanusiaan Yesus yang sederhana dan dapat disakiti. Ia menyelesaikan misi-Nya dengan mengalami bermacam rasa sakit seperti misalnya merasakan lapar, tidak bisa tidur, lelah dan sakit.


Dampak langsung dari penemuan saya itu ialah kesadaran yang tak akan pernah hilang bahwa Kristus juga menangis karena sukacita dan bahagia. Seperti kita, Ia juga mencium wanginya bebungaan, menikmati keindahan mentari terbenam. Ia mengenal nyamannya pelukan hangat serta pandangan yang tidak berperasaaan dan menolak-Nya. Ketik saya membaca dua bab pertama dari Injil Lukas sebagai tugas yang diberikan oleh pembimbing retret, penjelasan Lukas tentang hal-hal khusus seperti waktu dan tempat mempunyai makna baru. Yesus dilahirkan �pada zaman Herodes, raja Yudea� (Luk 1:5). �Dalam bulan keenam Allah menyuruh malaikat Gabriel pergi ke sebuah kota di Galilea bernama Nazaret� (Luk 1:26). Maria, bergegas berangkat berjalan �ke pegunungan menuju sebuah kota di Yehuda� (Luk 1:39). Dan Kaisar Agustus mengeluarkan suatu perintah �menyuruh mendaftarkan semua orang di seluruh dunia� (Luk 2:1). Di masa lalu detil-detil ini tidak banyak berarti, bukankah penulis Injil lain tidak seteliti itu mengenai hal-hal ini. Tetapi dengan kesadaran yang lebih tinggi tentang kemanusiaan Kristus, keterangan Lukas tentang tempat-tempat dan waktu-waktu bersejarah ini membuat saya menjumpai Yesus dengan cara yang baru. Penyelamat kita, sama seperti kita, dihubungkan dengan waktu dan ruang. Ia membangun jalan keselamatan di tengah-tengah suatu tempat tertentu, dan dalam sebuah keluarga dan rutinitas. Ia tidak dibebaskan dari kehidupan sehari-hari.

Misalnya, dalam Lukas 5, Yesus melihat �dua perahu di tepi pantai. Nelayan-nelayannya sedang turun dan membasuh jalanya� (Luk 5:2), itu adalah pemandangan yang biasa, tidak ada yang ilahi ataupun luar biasa. Orang-orang ini bisa saja sedang mengisi bensin ke mobil, atau bekerja di ladang, atau sibuk dengan komputer mereka. Hidup-Nya sehari-hari sangat biasa, normal. Karena bagian yang terberat dalam perjalanan hidup ini adalah menghayati kehidupan yang begitu-begitu dan biasa saja, maka perlulah kita mengingat bahwa Yesus juga mengalami rutinitas yang membosankan itu.

Karya klasik Thornton Wilder �Our Town� mengagungkan sifat universal, cinta dan kematian. Untuk melakukan hal itu sang penulis drama mendasarkan dramanya pada suatu tempat tertentu. Maka kita diberi tahu bahwa �Nama kota itu adalah Grover�s Corners, New Hampshire � dekat perbatasan Massachusetts; garis lintang 42 derajat 40 menit, garis bujur 70 derajat 32 menit.  Babak pertama memperlihatkan kegiatan sehari-hari di kota kami. Hari ini adalah tanggal 7 Mei 1901.� Kisahnya mempunyai implikasi universal tentang kehidupan dan kematian, tetapi kotanya sudah tertentu dan waktunya tertentu. Hidup bagi kita semua, termasuk bagi Yesus, harus dijalani secara khusus.

Tetapi memikirkan tentang Yesus yang merasakan ketegangan otot-otot serta merasakan lapar, dan bahkan mempunyai akar-akar geografis-Nya, hanya menghantar kita sampai di situ saja. Yang penting adalah perubahan-perubahan yang terjadi karena digerakkan oleh inkarnasi. Yesus sebagai manusia yang mempunyai bulu mata, dapat melihat kemungkinan-kemungkinan yang ilahi. Ia tidak terikat oleh realita-realita hidup yang sesaat dan tertentu. Ia dapat melihat melampaui batas-batas duniawi itu.

Kisah Yohanes tentang perkawinan di Kana mengabadikan bagi kita saat transformasi semacam itu. � Di situ ada enam tempayan yang disediakan untuk pembasuhan menurut adat orang Yahudi, masing-masing isinya dua tiga buyung�. (Yoh 2:6). Tempayan-tempayan ini digunakan untuk pembasuhan, tetapi Yesus melihat kemungkinan lain. Ia mengetahui bahwa tempayan-tempayan itu dapat diisi dengan anggur. Ciri itu, kemampuan untuk melihat adanya kemungkinan luar biasa dalam situasi yang rutin, merupakan ciri khas Yesus. Perkawinan merupakan norma umum dalam kehidupan Yahudi; Yesus dan Ibu-Nya pasti telah menghadiri banyak pesta kawin. Ia mengambil saat, dengan dorongan ibu-Nya, untuk membuat mujizat. Dalam semua Injil dilukiskan kemampuan Kristus tanpa batas untuk melihat kemungkinan-kemungkinan, untuk melihat pertobatan hati setiap orang berdosa, untuk membayangkan kesehatan meskipun yang dihadapi adalah penyakit.

Karena pengertian saya tentang kemanusiaan Yesus menjaid pusat perhatian dalam retret saya, maka saya masih meneruskan berdoa dan membaca bacaan-bacaan yang serupa setelah retret berakhir. Saya mulai membaca Injil dengan membuka peta Palestina. Seperti nama-nama tempat dalam awal Injil Lukas, petunjuk-petunjuk geografis lain yang sudah sangat kita kenal mungkin kita abaikan. Membaca Injil sambil melihat peta Palestina mengajarkan hal yang penting tentang daya tahan Yesus. Perjalanan kaki bermil-mil melalui daerah berbukit-bukit - ditambah dengan pekerjaan-Nya sebagai tukang kayu dan tukang batu di bengkel Yosef � membuat Yesus menjadi seorang yang kuat perkasa. Dalam Injil Lukas banyak disebut tentang perjalanan Yesus. �Kemudian Yesus pergi ke Kapernaum� (Luk 4:31). �Ketika hari siang, Yesus berangkat dan pergi ke suatu tempat yang sunyi� (4:42). �Pada waktu itu pergilah Yesus ke bukit untuk berdoa� (Luk 6:12). �Ketika Yesus pergi ke suatu kota yang bernama Naim� (Luk 7:11). Ia selalu dalam perjalanan � dan melalui daerah yang berbatu-batu dan berbukit-bukit. Pasti Ia sangat sehat.

Gambar-gambar dari negeri yang didiami Yesus meskipun melukiskan keindahan juga menunjukkan daerah perbukitan batu. Orang yang tersandung batu di daerah perbukitan Yudea dapat mati karena terjatuh. Hanya dengan daya tahan yang tinggi Yesus dapat berjalan pulang balik melalui daerah yang keras ini.

Sebagaimana realita eksternal dari bulu mata Yesus membuat saya memahami penglihatan-Nya ke dalam batin manusia, demikian pula pemahaman tentang kekuatan fisik-Nya membuat saya menyadari kedisiplinan-Nya, kekerasan-Nya. Ada beberapa contoh dari tuntutan Yesus mengenai hal-hal rohani yang tidak dapat ditawar, suatu ketetapan hati yang sepadan dengan kekuatan fisik-Nya.

Misalnya di dalam Lukas kita membaca tentang seorang perempuan yang bertobat, mengurapi kaki Yesus dengan minyak ketika Ia sedang makan di rumah seorang Farisi (Luk 7:36:50). Orang Farisi itu tidak mengatakan apa-apa tetapi berpikir, �Jika Ia nabi, tentu Ia tahu, siapakah dan apakah perempuan yang menjamah-Nya ini, bahwa ia adalah seorang berdosa.� Meskipun si Farisi tidak mengatakan apa-apa, Yesus berkisah untuk menjawab �apa yang dipikirkan orang itu�. Injil menganjurkan agar pikiran-pikiran kita yang berlawanan dengan ajaran Yesus tidak dibiarkan. Yesus berkata kepada tuan rumah-Nya, �Engkau tidak memberikan Aku air untuk memasih kaki-Ku. �Engkau tidak mencium Aku.� �Engkau tidak mengurapi kepala-Ku dengan minyak.� Ia kemudian menunjukkan kemurahan hati yang dimiliki oleh perempuan yang bertobat itu. Meskipun orang Farisi itu menjadi tuan rumah serta menjamu Yesus, tetapi itu saja belumlah cukup. Yesus menegurnya karena ia tidak melakukan lebih banyak. Pesan yang dikatakan Yesus, seorang laki-laki yang mempunyai kekuatan jasmani dan rohani, merupakan pesan yang keras.

Lalu, ketika Yesus mengutus murid-murid-Nya, Ia berpesan, �Jangan membawa apa-apa dalam perjalanan, jangan membawa tongkat atau bekal, roti atau uang, atau dua helai baju.� (Luk 9:3). Tugas yang dihadapi Para Rasul itu berat, mungkin merupakan tugas yang paling menakutkan dan membutuhkan keberanian yang luar biasa yang pernah mereka lakukan. Tetapi Yesus mengatakan, �Tegarlah. Jangan melindungi diri dengan membawa terlalu banyak barang-barang.� Dan tentu saja dengan mengikuti nasihat-Nya, Para Rasul mampu menyebarkan kabar baik.

Dan bagaimana dengan nasihat yang keras dalam Markus 9:38-50? Daripada menyesatkan seseorang �lebih baik jika sebuah batu kilangan diikatkan� pada leher kita �lalu dibuang ke dalam laut�. Jika tanganmu menyesatkan engkau, penggallah�. �Jika kakimu menyesatkan engkau, penggallah�. �Jika matamu menyesatkan engkau, cungkillah�. Betapa keras kata-kata itu. Kita tidak dapat menghindar dari pesan yang disampaikan: mengikuti kehendak Allah menuntut segala yang kita miliki; mungkin kita tidak kuatir tentang mata atau tangan atau kaki kita. Tetapi barangkali sifat kita, kekerasan kepala, kerasukan atau keserakahan kitalah yang mengganggu kita. Apa pun halangan bagi keselamatan kita harus �dipenggal�.

Setelah  beberapa bulan bertumbuh dalam permahaman tentang Yesus Kristus, manusia yang dapat disakiti dan kuat ini, saya ingin melihat negeri di mana Yesus pernah hidup. Saya ingin berjalan di daerah yang telah saya lihat dalam peta. Saya ingin melihat apa yang dilhat oleh mata-Nya. Maka saya berziarah ke tanah suci.

Gurun Yudea meninggalkan kesan mendalam bagi saya. Dengan melihat tebing-tebing batu, gua-gua kosong, dan gunung-gunung batu, membuat saya memahami secara baru betapa kuat dan berdisiplinnya Yesus. Ketika iblis mencobai-Nya di padang gurun, seperti yang kita baca dalam Lukas 4:1, Yesus �dipenuhi Roh Kudus� setelah dibaptis. Tetapi hidup dalam Roh tidak membebaskan-Nya dari cobaan. Saat saya berdiri di tengah padang gurun, saya mencoba membayangkan Yesus berjuang melawan iblis. Seorang diri di padang gurun, jauh dari pekerjaan dan sahabat-sahabat, Yesus dapat dengan mudah menyerah pada dorongan-dorongan mental dari raja kegelapan yang licik: �Jika Engkau Anak Allah, suruhlah batu ini menjadi roti� (Luk 4:3). �Segala kuasa itu serta kemuliaannya akan kuberikan kepada-Mu� (Luk 4:6). �Jika Engkau Anak Allah, jatuhkanlah diri-Mu dari sini ke bawah� (Luk 4:9). Dalam keadaan lapar di daerah berbatu-batu dan gersang itu, roti dapat menjadi godaan yang nyata. Istana Herodes yang terletak di sebelah selatan, tampak dari bukit batu, dan menjadi godaan yang kuat untuk memiliki kekuasaan duniawi. Dan tebing-tebing batu yang tak berkesudahan, penuh dengan bahaya, dapat menjadi dorongan untuk berspekulasi tentang janji Allah mengirim malaikat-malaikat penolong. Sebelum saya mengunjungi padang gurun, jawaban Yesus kepada Iblis terdengar terus terang, �Jangan engkau mencobai Tuhan Allahmu!� (Luk 4:12). Yesus dengan jelas mengatakan kepada Iblis bahwa mencobai Tuhan itu merupakan perbuatan yang tidak dapat diterima.

Ketika saya berdiri di padang gurun dan menyadari betapa kuat Yesus menghadapi godaan-godaan, saya teringat pada penemuan saya waktu retret, yaitu bulu mata dan kemanusiaan-Nya yang dapat disakiti. Dengan semakin menyadari kemanusiaan-Nya saya semakin bersyukur atas karunia iman Kristiani yang saya dapatkan. Dan rasa syukur itu menambah keinginan saya untuk meneladan Dia, yang keilahian-Nya memancar terang melalui kemanusiaan-Nya.

ditulis oleh Anne Marie Drew dalam Sabda Allah Bagi Anda ed. April 1997

Recent Post