"Mewartakan Injil adalah rahmat dan panggilan khas Gereja,
merupakan identitasnya yang terdalam"
(Evangelii Nuntiandi, a.14)
Pendahuluan
�1. Gereja mempunyai tugas utama untuk mewartakan, sesuai perintah Kristus: "....pergilah, jadikanlah segala bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu" (Mat 28:19-20). Perintah Kristus ini menjadi dasar perutusan Gereja dalam karya katekese. Ulang Tahun ke-50 Hierarki Gereja Katolik Indonesia yang kita rayakan pada tahun ini, kita syukuri sebagai peristiwa iman dan anugerah Tuhan. Peristiwa ini kita gunakan sebagai kesempatan untuk menyadari bersama-sama betapa pentingnya memastikan bahwa tugas pewartaan dijalankan dengan sebaik-baiknya di bumi Nusantara.
�2. Sadar akan pentingnya tugas tersebut, pada Sidang Tahunan Konferensi Waligereja Indonesia tahun 2011, para Uskup menyelenggarakan hari studi tentang katekese, dengan tema: "Mewartakan Injil adalah rahmat dan panggilan khas Gereja, merupakan identitasnya yang terdalam" (EN 14). Hari studi yang diselenggarakan pada 7-9 November 2011 itu dihadiri oleh para Uskup, perwakilan Koptari, perwakilan Unio Indonesia, koordinator komisi kateketik tiap-tiap regio, wakil lembaga pendidikan kateketik, wakil lembaga pendidikan calon imam, serta para nara sumber yang terdiri dari para katekis lapangan dan ahli teologi serta ahli katekese. Selama tiga hari para peserta mengadakan tukar pengalaman dan perenungan atas karya katekese dalam Gereja kita. Para peserta juga mendalami keadaan karya katekese di Indonesia melalui penuturan para nara-sumber serta pemaparan hasil penjajakan sederhana dalam konteks ajaran Gereja tentang katekese ("Petunjuk Umum Katekese", dari Kongregasi untuk Imam). Sebagai rangkuman dari hari studi katekese, para peserta mengajukan saran untuk merumuskan beberapa langkah nyata sebagai tindak-lanjut pastoral katekese di masa depan.
Mencermati Karya katekese di Indonesia
�3. Setelah mencermati karya katekese di Indonesia pertama-tama pantaslah disyukuri adanya arah yang jelas, yang dirumuskan dan dikembangkan dalam Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se Indonesia (PKKI) I-IX, yaitu Katekese Umat. Rumusan mengenai Katekese Umat setiap kali diperdalam dan disesuaikan dengan konteks zaman, sehingga menjawab kebutuhan umat. Selain arah yang jelas, karya katekese di Indonesia juga ditandai dengan kehadiran para pastor yang sungguh-sungguh menggerakkan karya katekese di paroki-paroki mereka. Sementara itu, keterlibatan umat untuk menjalankan pastoral katekese baik sebagai katekis purna waktu, maupun sebagai pelaksana karya katekese paruh waktu merupakan kekuatan bagi gerak pastoral katekese di Indonesia. Harus diakui bahwa karya katekese sangat tergantung dari keterlibatan saudara-saudari kita itu. Menggembirakan pula adanya Program Studi Kateketik di sejumlah Perguruan Tinggi yang tersebar di beberapa wilayah Indonesia untuk mempersiapkan, mendidik dan membina tenaga-tenaga yang cerdas, terampil serta berkomitmen dalam bidang katekese.
�4. Namun para peserta hari Studi Katekese juga menyadari bahwa karya katekese di Indonesia berjumpa dengan pelbagai tantangan dan keprihatinan, sehingga hasil perumusan katekese umat dalam PKKI tidak seutuhnya dapat dilaksanakan.
�4.1. Para pastor sebagai penanggungjawab katekese tingkat paroki tidak jarang dirasakan kurang memberikan perhatian pada karya katekese. Sementara itu, tidak sedikit pula para petugas katekese yang tidak mempunyai kemampuan yang memadai dalam menjalankan katekese karena kurangnya pembinaan yang berkelanjutan. Disadari pula kenyataan bahwa beberapa keuskupan tidak mengangkat katekis purna waktu karena berbagai alasan. Ada juga gejala para guru agama katolik PNS yang tidak bersedia melibatkan diri dalam karya katekese di tengah umat. Keprihatinan-keprihatinan itu perlu ditanggapi dengan pembinaan dan pengembangan kesadaran akan pentingnya katekese dan spiritualitas yang mendukung dalam diri semua penanggungjawab dan pelaku katekese bahkan dalam diri seluruh umat.
�4.2. Isi katekese seringkali dirasakan kurang memadai. Di satu pihak, katekese yang memberi tekanan pada tanggapan iman atas hidup sehari-hari seringkali kurang memberi tempat pada aspek doktrinal, sehingga umat seringkali canggung dan takut ketika berhadapan dengan orang-orang yang mempertanyakan iman mereka. Di lain pihak, ketika katekese lebih memberi perhatian pada unsur-unsur doktriner, katekese dirasakan menjadi terlalu sulit bagi umat dan kurang bersentuhan dengan kenyataan hidup sehari-hari. Katekese yang kurang menyentuh hati dan memenuhi harapan ini rupanya merupakan salah satu alas an yang mendorong sejumlah orang katolik, khususnya anak-anak dan orang muda yang pindah dan lebih tertarik cara doa dan pembinaan Gereja-gereja lain yang dirasakan lebih menarik. Kenyataan ini menantang kita untuk lebih bersungguh-sungguh menciptakan dan mengembangkan model katekese yang bermutu dan menanggapi harapan.
Refleksi Iman
�5. Gereja dipanggil untuk mewartakan Kabar Gembira kepada dunia. Tugas ini adalah "rahmat dan panggilan khas Gereja, merupakan identitasnya yang terdalam" (EN 14). Gereja mewartakan Injil, karena Injil itu "ragi yang menimbulkan perombakan di dunia ini" (FABC V, 8.1.4). Katekese merupakan bagian integral dari pelaksanaan tugas pewartaan Gereja. Komunitas Basis Gerejawi merupakan salah satu medan yang amat penting dalam pelaksanaan tugas ini. Gereja bertugas untuk "memajukan dan mematangkan pertobatan awal, mendidik orang yang bertobat dalam iman dan menggabungkannya dalam komunitas Kristiani" (Pedoman Umum Katekese no. 61). Maka katekese menyangkut pembinaan iman anggota-anggota Gereja, sejak mereka berniat masuk menjadi anggota Gereja sampai mencapai kedewasaan rohani. Termasuk juga dalam proses katekese ini ialah pelajaran agama di sekolah.
�6. Sebagai proses pendewasaan iman, tugas fundamental katekese ialah mengantar orang masuk ke dalam kehidupan umat dan perutusannya serta membantu umat beriman untuk mengetahui, merenungkan dan merayakan misteri Kristus. Katekese juga membantu orang untuk mengembangkan sikap misioner dan dialog (Pedoman Umum Katekese no 85-86). Oleh karena itu, katekese perlu dilihat sebagai suatu proses yang terencana dan sistematis, yang meliputi pengembangan pengetahuan dan sikap serta penghayatan iman pribadi maupun kelompok, yang dilaksanakan untuk membantu umat sehingga semakin dewasa dalam iman.
�7. Katekese merupakan tanggungjawab seluruh Gereja. Dalam Gereja partikular, Uskup adalah penanggungjawab utama karya katekese, karena "di antara tugas-tugas mendasar para Uskup, pelayanan Injil menduduki tempat utama" (LG 25). Tentu saja, pelaksanaan tugas ini dibantu oleh para imam, kaum religius dan kaum awam yang terlibat dalam karya katekese.
Langkah Tindakan Pastoral
�8. Untuk membangkitkan dan menggairahkan karya katekese di Indonesia diperlukan langkah-langkah pastoral sebagai berikut:
8.1. Katekese Umat sebagai arah karya katekese di Indonesia perlu ditumbuh-kembangkan dalam lingkungan hidup umat, khususnya melalui komunitas-komunitas basis atau pun kategorial. Katekese umat perlu diperkaya dengan Injil, Tradisi dan ajaran Gereja.
8.2. Katekese sekolah tidak jarang merupakan satu-satunya kesempatan bagi banyak orang muda untuk menerima pengajaran dan pendidikan agama. Kerjasama antara penanggungjawab pastoral setempat dengan sekolah dan khususnya guru agama sekolah, perlu dikembangkan.
8.3. Perlu dikembangkan program katekese yang menyeluruh dan berkesinambungan sejak usia dini sampai usia lanjut. Untuk itu perlu kerjasama antara Komisi Kateketik KWI maupun Komisi Kateketik Keuskupan-keuskupan, dengan komisi-komisi lain yang terkait dengan pembinaan iman.
8.4. Berjalannya karya katekese sangat tergantung pada para petugas pastoral yang menjalankan katekese di tengah umat. Maka, perlulah pembinaan terus-menerus bagi para pelaksana atau fasilitator katekese umat tersebut.
8.5. Demi kemajuan karya katekese di Indonesia diperlukan orang-orang yang sungguh ahli dalam bidang katekese, yang harus disiapkan dengan sungguh-sungguh.
8.6. Karya katekese di tingkat paroki seringkali tergantung pada para imam pemimpin paroki. Maka pembinaan katekese bagi para imam dan calon imam mutlak diperlukan.
8.7. Salah satu tanda bahwa karya katekese merupakan prioritas utama dalam Gereja ditampakkan dalam dukungan finansial bagi program-program katekese maupun bagi pembinaan dan penghidupan para petugas pastoral yang berkarya di bidang katekese.
8.8. Perlu ditingkatkan mutu dan peranan lembaga pendidikan pastoral katekese dan kerjasamanya dengan lembaga pendidikan calon imam.
8.9. Dengan menyadari betapa pentingnya katekese dalam hidup dan perkembangan Gereja, kerjasama dengan pelbagai pihak, misalnya Bimas Katolik, perlu diusahakan dan dikembangkan.
Pemikiran-pemikiran penting tersebut mendesak untuk dituangkan dalam kebijakan-kebijakan praktis, baik di tingkat KWI, Regio atau Provinsi Gerejawi, keuskupan maupun di paroki-paroki.
Penutup
�9. Pada kesempatan ini, kami ucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Anda semua yang sungguh terlibat dalam karya katekese, pertama-tama kepada para katekis baik purna waktu maupun paruh waktu, para guru agama di sekolah maupun di lingkungan, para pelaksana karya katekese di komunitas-komunitas basis, para imam dan religius yang setia mengabdikan diri untuk pengembangan karya katekese. Berkat ketekunan Anda, banyak umat beriman diantar menuju iman katolik dan dibimbing kepada kedewasaan iman. Kami ucapkan terima kasih kepada seluruh umat yang dengan aneka cara mendukung karya katekese ini. Hanya dengan dukungan seluruh umatlah, karya katekese dapat terlaksana dan dikembangkan.
�10. Akhirnya, kita percaya bahwa Allahlah Sang Penabur, yang menaburkan benih Injil dalam kehidupan kita. Melalui karya katekese, kita semua dipanggil untuk bersama Allah menumbuhkan dan memelihara benih yang tumbuh itu hingga berbuah. Kita serahkan segala upaya pastoral katekese kita dalam penyelenggaraan dan tuntunan Allah. Semoga Ia yang telah memulai karya yang baik ini di antara kita, berkenan menyelesaikannya juga (Flp 1:6).
Berkat Tuhan selalu menyertai kita semua.
Jakarta, 17 November 2011
Konferensi Waligereja Indonesia,
Mgr. Martinus D. Situmorang, OFM.Cap | Mgr. Johannes Pujasumarta
|