Sembilan terpidana mati kasus narkoba |
Cilacap - Gereja Katolik Indonesia dan KWI tetap bersikap tegas untuk menolak segala bentuk penyalahgunaan dan peredaran narkoba, termasuk pula menolak hukuman mati.
"Gereja dan saya pribadi pun selalu mengatakan Tolak Narkoba Tolak Hukuman Mati," tegas Ketua Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan (HAK) Romo Aloys Budi Purnomo Pr, Senin (27/4) malam.
Baca juga: Hukum Mati Bandar Narkoba, Gereja Katolik Kecam Presiden Jokowi
Baca juga: Hukum Mati Bandar Narkoba, Gereja Katolik Kecam Presiden Jokowi
Menurut Romo Budhenk panggilan akrab Aloys Budi Purnomo Pr, keadilan tidak akan pernah bisa ditegakkan dan diwujudkan dengan membunuh nyawa seseorang dengan hukuman mati.
"Apapun alasannya tidak pernah kita boleh membunuh kehidupan manusia sebab hidup mati kita di tangan Tuhan," tegasnya.
Apakah eksekusi mati efektif meredam atau meminimalisir peredaran narkoba di tanah air, menurut Romo, hal itu bukan jaminan.
"Kita lihat sendiri fakta, berapa orang sudah dieksekusi mati baik dalam kasus narkoba maupun kasus lain misalnya terorisme, namun toh narkoba jalan terus dan kian parah," tegasnya.
Maka, menurut Romo Budhenk, hukuman mati bukan solusi untuk meredam atau meminimalisir peredaran narkoba di negeri ini.
Umat Katolik di Magelang Gelar Doa untuk Terpidana Mati Mary Jane
Umat Katolik yang mengikuti misa harian di Gereja Santa Maria Fatima Kota Magelang, Jawa Tengah, Senin (27/4/2015), mendoakan Mary Jane Fiesta Veloso, warga Filipina yang bakal menghadapi eksekusi mati di Pulau Nusakambangan, Kabupaten Cilacap, karena perkara narkoba.
"Mari kita berdoa Salam Maria tiga kali untuk Mary Jane," kata Kepala Gereja Paroki Santa Maria Fatima Kota Magelang Romo Supriyanto yang memimpin misa harian tersebut.
Umat dan sejumlah biarawati kemudian mengucapkan doa Salam Maria sebanyak tiga kali, setelah Romo Supriyanto menyampaikan khotbah singkat dalam misa tersebut.
Peristiwa yang menimpa Mary Jane, kata Supriyanto, mengingatkan umat kepada ungkapan kuno dalam bahasa latin, "homo homini lupus", yang artinya manusia adalah serigala bagi sesama manusia.
Dia menyebut, heroin yang ditemukan petugas bandara dalam tas Mary Jane bukan milik perempuan pekerja berasal dari Filipina di luar negeri tersebut.
Mary Jane ditangkap petugas Bea dan Cukai Bandara Internasional Adisutjipto Yogyakarta pada 2010 saat turun dari pesawat terbang tujuan Kuala Lumpur-Yogyakarta, karena membawa heroin seberat 2,6 kilogram senilai Rp 5,5 miliar.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, menjatuhkan vonis hukuman mati kepada Mary Jane. Setelah grasinya ditolak oleh Presiden Joko Widodo, ia kemudian mengajukan permohonan Peninjauan Kembali atas perkara tersebut.
Melalui sidang PK yang digelar Pengadilan Negeri Sleman beberapa waktu lalu, Mahkamah Agung memutus menolak permohonan tersebut, dan menyatakan tetap pada putusan PN Sleman.
Pada Jumat (24/4), wanita itu dibawa dari Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan Yogyakarta, tempatnya selama ini ditahan, ke Pulau Nusakambangan Kabupaten Cilacap, Jateng, untuk menjalani eksekusi bersama sembilan terpidana mati lainnya, seperti dirilis oleh Kejaksaan Agung.
Sebanyak 10 terpidana kasus narkoba yang segera dieksekusi, adalah Andrew Chan (warga negara Australia), Myuran Sukumaran (Australia), Raheem Agbaje Salami (Nigeria), Zainal Abidin (Indonesia), Serge Areski Atlaoui (Prancis), Rodrigo Gularte (Brazil), Silvester Obiekwe Nwaolise alias Mustofa (Nigeria), Martin Anderson alias Belo (Ghana), Okwudili Oyatanze (Nigeria), dan Mary Jane Fiesta Veloso (Filipina).
Para Uskup Filipina Minta KWI Membantu Mary Jane
Konferensi Waligereja Filipina (CBCP) telah meminta Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) untuk membantu menyelamatkan Mary Jane Fiesta Veloso, seorang wanita Filipina yang telah dijatuhi hukuman mati di Indonesia.
Ketua Presidium CBCP, Mgr Socrates Villegas, uskup agung Lingayen-Dagupan, telah mengirim surat kepada Ketua Presidium KWI, Mgr Ignatius Suharyo Dirdjoatmodjo, uskup agung Jakarta, meminta bantuan KWI untuk membebaskan Mary Jane.
�Bolehkah saya meminta bantuan Konferensi Waligereja Indonesia untuk memohon Presiden Indonesia mengubah hukuman keras itu yang dijatuhkan kepada Mary Jane dan membiarkan anak-anaknya tumbuh dalam pelukan penuh kasih dari ibu mereka,� kata Uskup Agung Villegas dalam pernyataan.
Prelatus itu menyatakan bahwa Mary Jane tidak diberikan pengadilan yang adil karena ia tidak memiliki penerjemah yang baik.
�Penyelidikan misi diplomatik Filipina di Indonesia, kami diberitahu bahwa Mary Jane memiliki penerjemah meskipun mampu memahami dan berbicara bahasa Inggris dan Bahasa, namun ia benar-benar tak memahami bahasa Tagalog yang dibicarakan Mary Jane. Bahasa ini mungkin belum benar-benar dipahami oleh pihak pengadilan,� kata Uskup Agung Villegas.
Dia menambahkan, �Mary Jane adalah salah satu dari ribuan pekerja Filipina di luar negeri yang meninggalkan keluarga-keluarga mereka dengan harapan bahwa pengorbanan mereka akan memungkinkan orang yang mereka cintai untuk hidup lebih baik. Mary Jane sebenarnya seorang ibu rumah tangga dan tidak ada seorang ibu yang akan meninggalkan anak-anaknya ke negeri orang kecuali sangat termotivasi oleh keinginan untuk memperbaiki kehidupan keluarganya.�
Uskup Agung Villegas yakin bahwa Gereja Katolik akan terus mendidik dan membimbing para pekerja Filipina di luar negeri untuk menghindari masalah seperti yang dialami Mary Jane, yang menjadi korban sindikat internasional.
�Kami akan melakukan yang terbaik terhadap pendidikan yang layak untuk para pekerja Filipina di luar negeri agar peristiwa malang tersebut tidak terulang lagi.�
Ketua CBCP juga menegaskan kembali sikap Gereja terhadap hukuman mati.
Baca juga : Gereja Katolik dan Hukuman Mati
Sebelumnya, Luis Antonio Kardinal Tagle, uskup agung Manila, telah meminta pemerintah Indonesia untuk memberikan kesempatan kepada Mary Jane yang dituduh melanggar hukum Indonesia, untuk menjalankan sidangnya yang baik dan adil.
�Saya mengimbau bahwa Mary Jane Veloso diberikan proses hukum yang baik. Saya sangat menghormati hukum negara-negara lain, saya memohon atas nama semua orang yang akan ditangkap agar hak-hak mereka dihormati dengan proses yang baik,� kata Kardinal Tagle.
Sumber :
http://www.beritasatu.com/nasional/269187-rohaniwan-gereja-tolak-narkoba-dan-hukuman-mati.html
http://www.tribunnews.com/regional/2015/04/27/umat-katolik-di-magelang-gelar-doa-untuk-terpidana-mati-mary-jane
http://indonesia.ucanews.com/2015/04/20/para-uskup-filipina-minta-kwi-membantu-mary-jane/
Mary Jane Fiesta Veloso (kanan) |
Umat Katolik di Magelang Gelar Doa untuk Terpidana Mati Mary Jane
Umat Katolik yang mengikuti misa harian di Gereja Santa Maria Fatima Kota Magelang, Jawa Tengah, Senin (27/4/2015), mendoakan Mary Jane Fiesta Veloso, warga Filipina yang bakal menghadapi eksekusi mati di Pulau Nusakambangan, Kabupaten Cilacap, karena perkara narkoba.
"Mari kita berdoa Salam Maria tiga kali untuk Mary Jane," kata Kepala Gereja Paroki Santa Maria Fatima Kota Magelang Romo Supriyanto yang memimpin misa harian tersebut.
Umat dan sejumlah biarawati kemudian mengucapkan doa Salam Maria sebanyak tiga kali, setelah Romo Supriyanto menyampaikan khotbah singkat dalam misa tersebut.
Peristiwa yang menimpa Mary Jane, kata Supriyanto, mengingatkan umat kepada ungkapan kuno dalam bahasa latin, "homo homini lupus", yang artinya manusia adalah serigala bagi sesama manusia.
Dia menyebut, heroin yang ditemukan petugas bandara dalam tas Mary Jane bukan milik perempuan pekerja berasal dari Filipina di luar negeri tersebut.
Mary Jane ditangkap petugas Bea dan Cukai Bandara Internasional Adisutjipto Yogyakarta pada 2010 saat turun dari pesawat terbang tujuan Kuala Lumpur-Yogyakarta, karena membawa heroin seberat 2,6 kilogram senilai Rp 5,5 miliar.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, menjatuhkan vonis hukuman mati kepada Mary Jane. Setelah grasinya ditolak oleh Presiden Joko Widodo, ia kemudian mengajukan permohonan Peninjauan Kembali atas perkara tersebut.
Melalui sidang PK yang digelar Pengadilan Negeri Sleman beberapa waktu lalu, Mahkamah Agung memutus menolak permohonan tersebut, dan menyatakan tetap pada putusan PN Sleman.
Pada Jumat (24/4), wanita itu dibawa dari Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan Yogyakarta, tempatnya selama ini ditahan, ke Pulau Nusakambangan Kabupaten Cilacap, Jateng, untuk menjalani eksekusi bersama sembilan terpidana mati lainnya, seperti dirilis oleh Kejaksaan Agung.
Sebanyak 10 terpidana kasus narkoba yang segera dieksekusi, adalah Andrew Chan (warga negara Australia), Myuran Sukumaran (Australia), Raheem Agbaje Salami (Nigeria), Zainal Abidin (Indonesia), Serge Areski Atlaoui (Prancis), Rodrigo Gularte (Brazil), Silvester Obiekwe Nwaolise alias Mustofa (Nigeria), Martin Anderson alias Belo (Ghana), Okwudili Oyatanze (Nigeria), dan Mary Jane Fiesta Veloso (Filipina).
Para Uskup Filipina Minta KWI Membantu Mary Jane
Konferensi Waligereja Filipina (CBCP) telah meminta Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) untuk membantu menyelamatkan Mary Jane Fiesta Veloso, seorang wanita Filipina yang telah dijatuhi hukuman mati di Indonesia.
Ketua Presidium CBCP, Mgr Socrates Villegas, uskup agung Lingayen-Dagupan, telah mengirim surat kepada Ketua Presidium KWI, Mgr Ignatius Suharyo Dirdjoatmodjo, uskup agung Jakarta, meminta bantuan KWI untuk membebaskan Mary Jane.
�Bolehkah saya meminta bantuan Konferensi Waligereja Indonesia untuk memohon Presiden Indonesia mengubah hukuman keras itu yang dijatuhkan kepada Mary Jane dan membiarkan anak-anaknya tumbuh dalam pelukan penuh kasih dari ibu mereka,� kata Uskup Agung Villegas dalam pernyataan.
Prelatus itu menyatakan bahwa Mary Jane tidak diberikan pengadilan yang adil karena ia tidak memiliki penerjemah yang baik.
�Penyelidikan misi diplomatik Filipina di Indonesia, kami diberitahu bahwa Mary Jane memiliki penerjemah meskipun mampu memahami dan berbicara bahasa Inggris dan Bahasa, namun ia benar-benar tak memahami bahasa Tagalog yang dibicarakan Mary Jane. Bahasa ini mungkin belum benar-benar dipahami oleh pihak pengadilan,� kata Uskup Agung Villegas.
Dia menambahkan, �Mary Jane adalah salah satu dari ribuan pekerja Filipina di luar negeri yang meninggalkan keluarga-keluarga mereka dengan harapan bahwa pengorbanan mereka akan memungkinkan orang yang mereka cintai untuk hidup lebih baik. Mary Jane sebenarnya seorang ibu rumah tangga dan tidak ada seorang ibu yang akan meninggalkan anak-anaknya ke negeri orang kecuali sangat termotivasi oleh keinginan untuk memperbaiki kehidupan keluarganya.�
Uskup Agung Villegas yakin bahwa Gereja Katolik akan terus mendidik dan membimbing para pekerja Filipina di luar negeri untuk menghindari masalah seperti yang dialami Mary Jane, yang menjadi korban sindikat internasional.
�Kami akan melakukan yang terbaik terhadap pendidikan yang layak untuk para pekerja Filipina di luar negeri agar peristiwa malang tersebut tidak terulang lagi.�
Ketua CBCP juga menegaskan kembali sikap Gereja terhadap hukuman mati.
Baca juga : Gereja Katolik dan Hukuman Mati
Sebelumnya, Luis Antonio Kardinal Tagle, uskup agung Manila, telah meminta pemerintah Indonesia untuk memberikan kesempatan kepada Mary Jane yang dituduh melanggar hukum Indonesia, untuk menjalankan sidangnya yang baik dan adil.
�Saya mengimbau bahwa Mary Jane Veloso diberikan proses hukum yang baik. Saya sangat menghormati hukum negara-negara lain, saya memohon atas nama semua orang yang akan ditangkap agar hak-hak mereka dihormati dengan proses yang baik,� kata Kardinal Tagle.
Sumber :
http://www.beritasatu.com/nasional/269187-rohaniwan-gereja-tolak-narkoba-dan-hukuman-mati.html
http://www.tribunnews.com/regional/2015/04/27/umat-katolik-di-magelang-gelar-doa-untuk-terpidana-mati-mary-jane
http://indonesia.ucanews.com/2015/04/20/para-uskup-filipina-minta-kwi-membantu-mary-jane/
No comments:
Post a Comment