Latest News

Saturday, October 3, 2015

Proses Pembangunan Gereja di Pos Palagan Sinduadi Menuai Penolakan dari Ormas Islam


JOGJA - Proses pembangunan Gereja Kristen Indonesia di Pos Palagan, Jombor Kidul, Sinduadi, Mlati, Sleman mendapatkan pertentangan kuat dari sekelompok masyarakat. Bahkan, terlihat puluhan anggota ormas Islam yang berjaga-jaga mengawal jalannya sosialisasi pembangunan gereja tersebut.

Beruntung, tidak terjadi konflik ataupun gesekan sosial keamanan dalam acara yang digelar, Jumat (2/10/2015) malam ini.

Komandan Laskar Dewan Pengurus Pusat (DPP) Front Jihad Islam (FJI), Abdurrahman mengatakan, yang menjadi titik penolakan dalam upaya pembangunan gereja ini adalah terkait perizinan. Di mana ia menganggap jika ada pergeseran izin yang tidak resmi dalam proses pembangunan rumah ibadah itu.

�Tahun 2011 tempat itu mengantongi izin tempat usaha (ruko), itu izin sementara jadi hanya berlaku 2 tahun. Sekarang itu dijadikan tempat ibadah,� ucapnya, ditemui usai acara sosialisasi di Jombor Kidul, Sinduadi, Mlati, Sleman.

Penentangan tersebut juga berdasarkan keresahan dari FJI atas munculnya beberapa gereja �ilegal� di wilayah DIY. Diantaranya adalah gereja yang berada di Saman, Pangukan, Girisubo juga yang masih menjadi indikasi adalah di daerah Janti.

�Kami menegaskan, agar gereja-gereja itu bisa menyelesaikan persyaratannya (terkait perizinan). Jangan sampai terjadi benturan dengan masyarakat,� tegasnya.

Sebagaimana diketahui bersama, proses pendirian rumah ibadah sendiri sesungguhnya secara legal formal sudah diatur dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 tahun 2006. Untuk itu, FJI dengan menggandeng ormas-ormas Islam yang berada di DIY berkomitmen untuk memantau, mengawasi dan berkoordinasi dengan aparat terkait dalam mengontrol perizinan dari gereja-gereja yang dianggap ilegal tersebut.

Mereka juga melakukan investigasi dan memastikan validitas dari tempat-tempat ibadah lain yang terindikasi masih berstatus atau berpotensi muncul secara ilegal. Sementara, untuk tempat ibadah yang berada di Pos Palagan ini, mereka meminta agar jamaah menghentikan aktifitas terlebih dahulu selama belum mengantongi ijin secara resmi.

�Sudah mencapai kesepakatan untuk melengkapi perizinan sesuai dengan ketentuan. Selama ini, kalau tempat ibadah yang memiliki izin juga tidak kita permasalahkan,� papar Abdurrahman.

Sosialisasi pembangunan gereja ini memang sempat memanas. Berulang kali terdengar teriakan yang bersifat profokatif dari masyarakat yang menolak. Namun, akhirnya dialog itu dapat berakhit dengan kondusif dan tanpa terjadi tragedi suatu apapun.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) DIY, Abdul Muhaimin mengaku jika dinamika seperti itu memang normal terjadi dalam isu-isu sensitif seperti pendirian rumah ibadah. Pasalnya sesuai dengan SKB Menag dan Mendagri tersebut dalam pengurusan izin rumah ibadah harus terdapat rekomendasi baik dari FKUB maupun Majelis Ulama Indonesia (MUI) setempat.

Sehingga, sebagai pihak yang menjembatani, ia mengaku jika wajar menemui adanya letupan-letupan dan gesekan penolakan kecil dari masyarakat, baik secara personal maupun kelompok. �Sudah biasa seperti itu. Mereka menuntut harus prosedural, sepakat saya kalau itu. Karena memang ada aturannya,� tandas Muhaimin.

Pembangunan Gereja Ditolak, Kebaktian Akan Dihentikan

Ketua sekaligus Koordinator Gereja Kristen Indonesia (GKI) Palagan, Sahat Parlindungan Sitompul menegaskan jika pihaknya akan berkomitmen untuk memenuhi seluruh ketentuan perundangan yang ada terkait dengan pembangunan Gereja di Pos Palagan, Jombor Kidul, Sinduadi, Mlati, Sleman.

Di mana dalam sosialisasi yang digelar pada Jumat (2/10/2015) malam, sekelompok masyarakat dan para Ormas Islam mendesak agar jemaat dapat menghentikan kebaktian di gereja sebelum mengantongi izin resmi dari Pemerintah. �Ini adalah salah satu proses belajar memenuhi perundangan. Perundangan harus diikuti,� ucap Sahat, ditemui usai sosialisasi.

Memang Sahat mengakui jika sebelumnya ruko tersebut adalah sebuah gudang dari tempat usaha. Namun, pihak gereja kemudian membelinya, dan pada tahun 2012 pihak GKI mengajukan izin untuk membangun rumah ibadah bagi jemaatnya.

Sehingga, pihak gereja sendiri tidak melakukan pergeseran izin seperti apa yang sudah dituduhkan. �Bukan gudang yang kita geser ke gereja, kita beli memang sudah berbentuk seperti itu,� ucapnya.

Ia juga membeberkan alasan kenapa GKI kemudian berinisiatif untuk membuka tempat peribadahan baru bagi jemaatnya. Menurutnya, hal itu demi memenuhi pertumbuhan jemaatnya. �Seperti keluarga, kemudian mempunyai keturunan, ya bisa dilihat dari itu. Jadi demi mengikuti perkembangan dan pertumbuhan jemaat,� ungkapnya.

Ia mengakui jika pihaknya memang merasa kesulitan untuk memenuhi ketentuan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 tahun 2006, yang salah satu klausulnya menyebutkan jika pendiran rumah ibadah harus mendapatkan persetujuan dari setidaknya 60 warga sekitar ataupun 90 warga di luar wilayah itu. �Perundangan sudah mengharuskan seperti itu, jadi kami harus memenuhinya. Pasti ada jalan,� lanjutnya.

Pihaknya juga berkomitmen untuk memenuhi apa yang sudah menjadi kesepakatan dalam sosialisasi kali ini. Di mana mereka dituntut untuk menghentikan aktifitas peribadahan sebelum mengantongi ijin resmi rumah peribadahan dari pemerintah.

�Saya akan pegang apa yang diutarakan, operasional tetap distop. Kami akan terus ketemu (dengan elemen masyarakat lain) dan berbincang, kami yakin ada solusi,� tandasnya.

Sumber:

No comments:

Post a Comment

Recent Post